GALUH

Prayogo Anggoro
Chapter #244

S5. Caturenzi Berhadapan

Melihat kedatangan Sandanu yang penuh amarah kepada duyung yang sebelumnya gagal mereka hadapi, Caturenzi memutuskan untuk pergi dari tempat itu dan membiarkan mereka menyelesaikan masalah yang mungkin sudah terjadi sebelum kedatangan mereka di tanah Nias. Caturenzi pun bergegas mencari keberadaan Lubuk Tapanuli, sebagai tugas yang diembannya dari perintah Tirtadev.

Sampai di pulau Hilinamaniha, mereka menyaksikan lokasi yang porak-poranda akibat serangan nyonya Tarni sebelumnya. Melewati tempat itu, menuju sisi dalam pulau diperlihatkan pemandangan menarik antara Baruna Intcjeh dengan Lubuk Tapanuli yang berada di sebelah barat pulau.

Ketika itu, Baruna Intcjeh berhasil mengurung Trinata itu dengan kekuatan sastra syairnya. Tidak membuang banyak waktu, Caturenzi bergegas untuk menyelesaikan tugasnya. Dan Baruna Intcjeh yang sadar kehadirannya, segera waspada.

"Ada perlu apa Caturenzi datang ke sini?" Sapa Baruna Intcjeh.

Lubuk Jambi mewakili mereka menyampaikan maksud kedatangannya. Dia menunjuk orang yang berada dalam kontrol kekuatan Baruna Intcjeh. "Berikan orang itu kepada kami!"

"Lubuk Tapanuli?" Baruna Intcjeh tersenyum. "Aku masih punya urusan dengannya, jadi kalian jangan menganggu kami."

"Kami pun punya urusan dengan dia," sahut Lubuk Riau.

"Tapi aku yang lebih dulu menjumpainya, jadi kalian bisa tunggu sampai urusan kami selesai!" Balas Baruna Intcjeh.

"Tidak ada tempat untuk menunggu di sini," ketus Lubuk Jambi. "Desa Na Ualu sudah kami habisi dan duyung peliharaanmu kini bermain dengan Sandanu."

Mendengar kabar itu, Baruna Intcjeh tidak menduga jika putri-putri terbaiknya bisa gugur begitu saja menghadapi mereka, bahkan nyonya Tarni masih belum selesai berurusan dengan anak-anak itu.

"Sepertinya Baruna itu tidak akan membiarkan kita menganggu urusannya," kata Lubuk Bengkulu. "Apakah kita perlu menunggu?"

"Kita tidak punya banyak waktu sodaraku," timpal Lubuk Jambi. "Waktu sudah sore, atau kita akan kemalaman!"

Terlihat sinar matahari telah condong ke arah barat, dan sinarnya tidak begitu panas dengan semilir angin yang mengabarkan senja segera tiba. Posisi mereka pun cukup teduh, dengan bayang-bayang pohon yang memanjang ke timur.

Baruna Intcjeh yang memahami tanggapan mereka, sudah siap untuk melawan ketiga petinggi negeri Tirta di hadapannya. Untuk itu, dia perlu memastikan agar Lubuk Tapanuli tidak melarikan diri atau ikut campur dengan masalah dia saat ini. Baruna Intcjeh pun melempar bola udara yang mengurung Trinata itu ke pulau Hiliobolata.

Keadaan dia yang kini sedang mabuk akibat menengguk tuak, tidak peduli siapapun yang menggangu urusannya, Baruna Intcjeh tidak akan mengampuninya. Sekalipun seorang diri, berapapun jumlah lawannya akan dia menghadapi mereka semua.

"Batu Cimpago bersinar..... Meriam Angin!" Dengan serangan mantra itu, Baruna Intcjeh mengawali perlawanan.

Serangannya yang meleset membuat Lubuk Jambi sadar dengan kondisi Baruna Intcjeh. "Kelihatannya perompak itu sedang mabuk."

Tidak peduli dengan kondisi Baruna Intcjeh, Lubuk Jambi menyerang dengan mantra ikan pedang. Posisi lawannya yang berdiri di sisi danau, terlihat ikan-ikan dengan moncong panjang yang tajam keluar dari arah danau dan menyerang perompak itu.

Meskipun kondisinya mabuk dengan tubuh sempoyongan, Baruna Intcjeh mampu menghindari segala serangan dari arah samping. Kemudian Lubuk Bengkulu menggunakan mantra untuk memanggil kawanan tawon untuk menyerangnya juga.

Lihat selengkapnya