GALUH

Prayogo Anggoro
Chapter #245

S5. Putri Duyung

Kejadian sebelumnya di perairan dalam tanah Nias. Mutia yang mendapatkan serangan dahsyat dari nyonya Tarni tidak sanggup bertahan. Di dalam pelukan Galigo, dia pun menghembuskan nafas terakhirnya, "lepaskan aku, biarkan aku beristirahat." kata terakhir Mutia sambil mengusap wajah Galigo.

Merasakan hembusan nafas terakhirnya, Galigo pun melihat batu akik mutiara air mata duyung di bandul kalung milik Mutia pun hancur. Dia tahu bahwa nyawanya tidak tertolong dan Galigo melepaskannya sesuai permintaan Mutia, sekalipun tidak tega melakukan hal itu.

Di dalam laut yang gelap dan dingin, ikan-ikan mengerumuni tubuh Mutia. Dan dari serpihan batu mustika air mata duyung yang pecah itu, muncul cahaya-cahaya yang menerangi tubuh Mutia di dasar lautan.

Terlihat sosok putri duyung dengan gaun hijau dan ekor duyung berwarna emas, rambut hijaunya menari di antara arus air. Putri duyung itu membisikkan kata-kata mutiara kepada Mutia dan memasukkan sebuah batu mutiara ke dalam mulutnya hingga gadis itu terbangun.

Bersama bangunnya Mutia, sosok putri duyung itu perlahan bersinar menjadi wujud cahaya sejati. Dia telah menukar kehidupannya untuk Mutia karena sadar ketulusan dan pengorbanan cintanya.

Mutia melihat pemandangan indah di dalam laut yang dalam. "Siapa Anda?"

"Saya putri Kadita, sosok dari batu mutiara air mata duyung," jawabnya. "Kutukan dewa Tagaroa telah terbuka karena air mata lelaki yang tulus mencintaimu."

Kemudian Mutia menyadari keadaan dirinya, kakinya telah berganti menjadi ekor duyung berwarna emas. Dia pun bergerak dan mencoba berenang. "Apa yang terjadi denganku?"

"Saya telah menukarkan kehidupan denganmu," kata putri Kadita. "Sekarang kamu adalah bagian dari hidupku."

"Apa maksudnya?" Mutia masih tidak paham.

Putri Kadita kemudian meraih tangan Mutia. Terlihat, kedua telapak tangan mereka saling menggenggam satu sama lain. Tanpa dijelaskan, segala hal mengenai kehidupan putri Kadita di masa lalu bahkan saat bersemayam dalam kutukan sebagai roh batu akik langsung terlintas ke dalam pikiran Mutia. Bukan hanya ingat yang dimiliki Kadita yang kini menjadi milik Mutia juga, tapi segala kemampuan dan kekuatannya seutuhnya ada dalam diri Mutia.

"Lalu apa yang akan terjadi dengan Anda?" Mutia menatap wajah ayu putri Kadita.

Putri duyung itu hanya tersenyum. "Aku tidak ke mana-mana, aku ada dalam dirimu."

Kemudian tubuh cahaya putri Kadita bersinar seakan seluruh lautan di perairan dalam tanah Nias diterangi oleh cahaya itu. Tubuh Mutia perlahan melayang menuju permukaan laut dan wajahnya naik ke permukaan.

Gelombang ombak persegi masih terjadi melalui celah benteng batu karang yang hancur. Mutia pun melihat kapal Mena yang saat itu berada di tepi pulau Hinako. Sedikit bingung, Mutia sadar bahwa Galigo kini dalam bahaya.

Kembali masuk ke dalam laut, Mutia berenang dengan kekuatan barunya menuju danau Sowanua melalui sungai Sifahandro yang berada di barat laut pulau. Sampai di hulu sungai, Mutia melakukan loncatan duyung hingga berhasil masuk ke air danau Sowanua yang tidak jauh dari hulu sungai.

Berenang melewati danau menuju pulau Hilimondegraya, dia pun melakukan loncatan lebih tinggi dari pohon-pohon kenanga di hutan dan kemudian langsung masuk ke danau berikutnya. Di sana, Mutia melihat Galigo dalam cengkraman tangan nyonya Tarni.

"GALIGO."

Meluncur lebih kuat lagi, Mutia mencambukan ekornya ke arah belakang punggung nyonya Tarni hingga duyung itu terpental cukup jauh. Melihat tubuh Galigo yang tenggelam, Mutia segera menyelam untuk mendekapnya.

"Aku kembali, sayang!" Mutia tersenyum melihat wajah tampan Galigo meskipun terluka dan terpejam tidak sadarkan diri.

Lihat selengkapnya