GALUH

Prayogo Anggoro
Chapter #253

S6. Kampiun Suci

Alun-alun tanah Aceh yang terletak di antara menara Kubah Emas sebagai peninggalan sejak masa kerajaan Nanggroe Aceh dan keraton Samudera Pasai, merupakan tanah lapang yang ditimbun dengan hamparan pasir. Bentuknya persegi panjang, sekeliling sisinya terdapat beraneka ragam tanaman peneduh baik tumbuh hias berbunga maupun pohon buah yang bisa dikonsumsi. Selain itu, ada dua pohon cedar di tengahnya bagaikan pilar.

Terlihat, Fathur berdiri di antara dua pohon cedar untuk memperhatikan pertempuran pasukan tarekat dibawah kepemimpinannya melawan Sandanu dan teman-temannya. Pertempuran itu hanya terjadi dari setengah alun-alun tanah Aceh, yang berhadapan dengan menara Kubah Emas.

"Tidak mungkin untuk bisa mengimbangi kekuatan Jewel, sementara pasukan tarekat hanya manusia biasa tanpa kekuatan sastra," ucap Jawara Fathur menyadari bahwa dirinya dan pasukannya tidak mampu mengalahkan Sandanu.

Ketika Jawara Fathur sudah pasrah melihat kekalahan pasukannya. Dia mendapatkan harapan ketika pasukan lain datang dan dipimpin langsung oleh seorang kampiun suci. Sebagai seorang jawara, saat ini usia Fathur masih sangat muda, 11 tahun dan menjadi jawara termuda yang pernah ada memimpin satu pasukan tarekat.

"Kenapa dari banyaknya jawara di tanah Aceh, justru bocah kecil sepertimu yang ditugaskan untuk hal seperti ini," kata kampiun suci yang kini berdiri di samping Jawara Fathur.

Jawara Fathur membungkuk di samping kampiun suci sebagai rasa hormat. "Maafkan saya, saya sendiri yang mengajukan untuk meringkus Sandanu dan teman-temannya."

Sebelumnya, para jawara dikumpulkan untuk menyampaikan tugas penangkapan Sandanu yang kembali ke tanah Aceh. Seorang kampiun suci lainnya yang bertugas untuk itu, mengizinkan Jawara Fathur mengambil tugas tersebut, karena Jawara Fathur mengaku mengenal Sandanu ketika tinggal bersama di menara Kubah Emas.

"Jika kamu mengajukan diri karena pernah tinggal bersama dengan Sandanu di menara Kubah Emas," kata kampiun suci. "Aku mungkin pantas untuk menghadapinya karena aku dulu satu angkatan dengannya di menara Kubah Emas."

Sandanu telah berhasil membuat pasukan tarekat sebelumnya mundur, meskipun kini datang pasukan lain dari arah keraton Samudera Pasai. Saat dia memperhatikan siapa sosok yang kali ini datang memimpinnya, Sandanu pun terkejut.

"Apa kamu masih ingat, anak yang selalu berlatih silat denganku, Mutia?" Ucap Sandanu mengenali sosok kampiun suci di hadapannya.

Mutia pun sadar, dengan siapa kali ini yang datang. Sebelumnya ada Fathur yang merupakan juniornya di menara Kubah Emas, sekarang muncul teman lama yang tidak diduga. "Malik Anwar?"

Terlihat sosok kampiun suci yang bernama Malik Anwar tersenyum, bertatapan dengan Sandanu dari jarak yang cukup jauh. Dia memiliki tubuh lebih tinggi dari Sandanu meskipun umurnya sama sekitar 19 tahun sekarang. Tubuhnya yang tegap, mengenakan kemeja putih yang ditutup jas warna hijau botol dan sebuah lencana keanggotaan kampiun suci terpasang di bagian dada kanannya.

Dengan gagah, dia berjalan mendekati Sandanu, terlihat menggenakan sepatu kulit buaya yang mengkilap dan lancang celana panjang sewarna dengan kemejanya. Di samping, tangannya membawa sebuah pedang yang masih disarungkan.

Lihat selengkapnya