GALUH

Prayogo Anggoro
Chapter #259

S6. Kaum Adat

Sejak pertemuan Pancadev di pulau Nusakambangan, yang merupakan pulau buatan sebagai armada induk Organisasi Perdamaian Dunia, di tengah pertemuan empat samudera ketika itu, Nawaoza telah menaklukkan tanah Aceh sebagai upaya pertama menyebarkan ajaran Kapitayan. Dari tanah Aceh, penyebaran ajaran Kapitayan meluas di daratan Andalas bagian utara Bukit Barisan.

Bukan hanya itu, wilayah tanah Dayak yang telah hancur akibat tragedi mangkok merah pun menjadi wilayah pertama di daratan Borneo sekalipun disebarkan secara sembunyi-sembunyi. Sementara itu, cara yang sama terjadi di tanah Minahasa oleh pendeta Tonaas di daratan Celebes.

Di tanah Jawa sendiri, pasukan tarekat ikut andil setelah berakhirnya Mapralaya dalam membangun kembali tanah Jawa dan kekuatan spiritual keagamaan Kapitayan pun mudah diterima di tengah penderita masyarakat.

Meskipun pengikut ajaran Kapitayan meluas di lima daratan, masih ada kelompok lain yang menentangnya dan melindungi hukum sekaligus pengaruh adat tanah negeri yang telah diwariskan leluhur, seperti yang terjadi di wilayah selatan Bukit Barisan dari daratan Andalas.

"Demi melindungi adat dan warisan budaya leluhur, kami dari kaum adat lahir sebagai kekuatan untuk melawan pasukan tarekat dan penolakan terhadap ajaran Kapitayan," ucap ketua suku tanah Kluet kepada Centhini yang kini berada di keraton Perlak.

Sebelumnya, saat kapal Mena singgah di tanah Kluet, mendapatkan sambutan oleh pihak keraton karena dikira bagian dari kaum adat. Setelah menjelaskan tujuan kedatangannya, Centhini dan Renggi pun mendapatkan undangan dari ketua suku untuk bergabung dalam gerakan yang kini sedang terjadi.

Centhini yang ketika itu tahu bahwa rombongan Sandanu telah diringkus oleh pasukan tarekat pun bersedia menerima undangan ketua suku, sedangkan Renggi tetap tinggal di kapal Mena.

"Saat ini, teman kami pun telah diringkus oleh pasukan tarekat di tanah Aceh," ujar Centhini. "Karena itu, beruntung sekali jika kaum adat ada untuk melawan mereka dan kami bisa menyelamatkan teman-teman di sana."

Centhini bahkan memberitahukan pihak kaum adat mengenai Sandanu yang telah diramalkan sebagai Satria Galuh untuk menyelamatkan dunia manusia dari kekuatan sang Suwung dan merupakan pahlawan dalam Mapralaya ketika melawan Arakar.

"Mungkin inilah yang dinamakan takdir," ujar ketua suku. "Apa yang telah tertulis dan disampaikan oleh para leluhur kini telah terjadi dan para dewa menunjukkan pada kita semua mengenai kedatangannya."

Terlihat ketua suku mengenakan baju lengan panjang berwarna hitam dan celana panjang hitam yang berhias kain senuwan bercorak daun nilam yang melingkari silang di dada dari bahu kanan dan kiri sebagai selempang, juga sebagai hias di bagian pinggang sebatas lutut. Kain senuwan dengan motif buah pala digunakan sebagai penutup kepala.

"Satria Galuh, akan menyelamatkan umat manusia dan menegakkan keadilan yang sesungguhnya hingga tercipta perdamaian," imbuh ketua suku tanah Kluet.

Setelah itu, ketua suku tanah Kluet dengan didampingi petinggi kaum adat dari beberapa tanah negeri dari selatan Bukit Barisan, menuju alun-alun untuk menyampaikan perjuangan melawan pasukan tarekat.

Lihat selengkapnya