GALUH

Prayogo Anggoro
Chapter #263

S6. Pengguna Senjata

Ketika sampai di alun-alun tanah Aceh, Sandanu dan teman-temannya melihat proses pengorbanan para Hulubang oleh pendeta Parmalim. Kemudian, terdengar suara harpa yang dimainkan Centhini dan menyadarkan akan bahaya yang mengelilingi tanah Aceh di malam itu.

"Kita semua masuk perangkap," kata Isogi, dia melihat pendeta Parmalim mengambil energi kehidupan para Hulubang dan melalui ketakutan pasukan kaum adat yang melihat proses itu.

Mutia pun tidak menduga bahwa tongkat yang dibawa oleh pendeta Parmalim itu seperti hidup sendiri. Meskipun tidak diketahui, bagaimana tongkat tersebut mampu menyerap energi kehidupan manusia.

"Kita harus pergi dari sini," kata Mutia berpegang kepada tangan Galigo, seakan tidak ingin berpisah dengannya.

Sandanu yang merasakan keadaan mencekam di sana, langsung mengajak teman-temannya untuk bergegas menuju kapal Mena kembali. Pertempurannya dengan kampiun Siron seakan bagian dari rencana mereka untuk menjebaknya dalam perangkap kekuatan tantra yang menyelubungi tanah Aceh. Sekalipun, mereka tidak tahu cara kerja kekuatan tersebut kecuali menyadarinya saat Centhini memberitahukan bahaya yang sedang terjadi.

Energi kehidupan semua orang seakan diserap oleh tongkat tunggal panaluon milik pendeta Parmalim. Hal itulah yang membuat pusaran energi negatif semakin kuat. "Ada kekuatan iblis di sini," kata Boe. Dia tahu bahwa kekuatan yang sebelumnya dilakukan oleh kampiun suci membuka segel yang terhubung dengan aliran reinkarnasi iblis.

"Apa maksudmu, Boe?" Tanya Galigo penasaran.

"Pengorbanan untuk Sanghyang Taya yang dimaksud oleh Centhini sebelumnya, untuk membuka gerbang kebangkitan reinkarnasi iblis," jawab Boe sambil berlari mengimbangi langkah temannya melarikan diri menuju kapal Mena kembali.

Sandanu ingat bahwa dahulu Trio Legendaris mendapatkan kekuatan Sanghyang Taya untuk menyegel iblis. "Apakah mereka mengumpulkan energi kehidupan manusia untuk membangkitkan kembali iblis Dewatacengkar?"

Rombongan Sandanu yang berlari menuju arah pelabuhan, kini disusul oleh kampiun suci. Tujuh orang kampiun suci menghadang mereka. Langkah mereka pun menjadi tertahan.

"Kali ini, pendeta Parmalim tidak akan membiarkan kalian," kata kampiun Silu. "Untuk mengirim para iblis ke alam semesta lain, perlu dibangkitkan kembali iblis-iblis itu dan menyerap kekuatannya agar Nawaoza bisa melindungi dunia manusia saat ini."

"Omong kosong macam apa lagi ini," sahut Sandanu. "Kalian benar-benar orang yang sesat!"

Kampiun Meurah Silu mengeluarkan pusakanya. Sebuah senjata tajam yang melekuk panjang dengan gagang yang melekuk dan tebal di bagian siku. Memiliki bentuk lancip di pangkal besinya dan bagian bawah melekuk ke atas. Pusaka yang digunakannya itu bernama rencong.

Disabetnya pusaka rencong dengan gerakan yang luwes. "Tantra rencong, jurus keenam... Sabetan pusaka membelah jalan." Kemudian senjata rencong itu kembali dimasukkan ke dalam sarungnya yang disematkan di bagian pinggang.

Lihat selengkapnya