GALUH

Prayogo Anggoro
Chapter #265

S6. Lintang Kemukus

Terlihat begitu anggun, Centhini yang berbalut zirah perunggu yang terbuka memperlihatkan wajah ayu dan rambut ungu yang tergerai. Di antara zirah perunggu yang cantik, terselip kilatan batu lazuli. Dengan dua kekuatan khodam dari roh bintang Lyra dan Pyxis, Centhini mengerahkan seluruh kemampuannya menghadapi kampiun suci.

Para kampiun suci pun mendapatkan bantuan dari pendeta Parmalim yang menambah serangan mereka dengan kekuatan tantranya. Ketujuh kampiun suci melemparkan senjata pusaka bersama untuk menyerang Centhini.

Melihat pusaka kampiun suci terlempar ke arahnya, Centhini mengeluarkan kekuatan sastra khodam untuk menangkis serangan tersebut. Kedua tangannya direntangkan dan putaran jarum kompas mengeluarkan kekuatan, tapi serangan kuat para kampiun suci yang mendapatkan dukungan dari pendeta Parmalim tidak bisa ditangkis oleh Centhini.

"Inikah akhirnya?" Centhini terkejut saat tujuh pusaka kampiun suci menembus seluruh badannya. Dua di lengan kanan dan kiri, dua di bagian kedua paha kaki. Satu di bagian tengah dada, satu di bagian pusar dan satu pusaka milik kampiun Siron menancap di dahinya.

Ketujuh pusaka kampiun suci itu menembus zirah yang menutupi bagian tubuhnya. Dan zirah khodamnya pun hancur bersama menghilangnya harpa dari tangannya, kembali ke dunia roh bintang. "Maafkan aku Sandanu, aku tidak bisa kembali bertemu lagi."

Tubuh Centhini yang berbalut kebaya ungu karena zirah perunggu dan batu lazuli telah hancur, mulai jatuh dari ketinggian dan tujuh pusaka kampiun suci telah tercabut dan kembali ke pemiliknya. Di atas langit, sebuah lintang kemukus melintas membelah kegelapan malam, menciptakan cahaya terang kebiruan hingga malam itu terlihat bagaikan siang.

Terlihat air mata Centhini berlinang, dan tangannya seakan mencoba meraih lintang kemukus di langit tapi tubuhnya jatuh ke lautan yang dingin. Cahaya lintang kemukus masih menyisakan cahaya terang di langit malam, dan tubuh Centhini tenggelam di antara alunan ombak lautan.

Di atas kapal Mena yang memasuki garis terminator, tangisan Sandanu dan teman-temannya pecah melihat kematian Centhini yang tidak bisa mereka selamatkan. Dalam dekapan Galigo, tangisan Mutia pecah membelah garis waktu antara siang dan malam.

Isogi yang sangat menyesali kematian Centhini terduduk bersandar di sisi dek kapal. Begitu pula Boe dan Renggi menangis tanpa suara. Sementara itu, Sandanu terus melihat ke arah laut dengan teriakan sedih memanggil nama Centhini. Padahal saat itu kapal Mena melewati garis terminator dan kilatan cahaya membungkus seluruh badan kapal.

Karena kesedihan yang mendalam, mereka tidak menyadari bahwa kapal Mena kini melewati garis pemisah waktu antara siang dan malam. Bahkan setelah cahaya padam, rombongan Sandanu belum menyadari bahwa kapal Mena telah meninggalkan jauh Centhini di belahan barat sementara kini kapal Mena berlayar di Laut Lepas di belahan timur.

Lihat selengkapnya