GALUH

Prayogo Anggoro
Chapter #281

S6. Laguna Numfor

Memasuki celah atol yang merupakan bagian dari serangkaian pulau Warmambo ketika air laut naik, kapal Mena kini berada di bagian laguna Numfor yang berair kehijauan. Sekeliling laguna yang luas, terlihat barisan pulau pasir dan pulau karang di sisi laguna dengan bagian belakang merupakan perbukitan sebagai latar berdirinya pemukiman tanah Biak.

"Seharusnya ada banyak kapal di sini," ucap Mutia yang sangat yakin bahwa Baruna Kala memiliki seratus lebih kapal pasukannya, sementara hanya armada Kolosebo yang ditinggalkan di luar pulau.

Yang lain pun dibuat bingung, ketika kapal Mena berlayar ke bagian dalam laguna ke arah pemukiman penduduk. Terdengar sangat sepi seakan tidak berpenghasilan, sekalipun terlihat rumah-rumah rumsram dengan cahaya penerang malam yang menyala.

"Kalian ingat, ketua suku tanah Armati menyebut tempat ini sebagai pulau hantu?" Galigo merasakan keanehan. "Mungkinkah karena itu, kapal asing yang masuk ke dalam sini akan menghilang."

"Tapi kita masih ada di sini," sahut Boe tidak percaya jika hantu itu benar adanya. "Bahkan kita tahu, Suanggi pun merupakan roh nenek moyang yang diperintahkan Karradev Janggi untuk melindungi daratan Labadios."

"Emangnya apa bedanya roh leluhur itu dengan hantu?" Timpal Galigo kesal, dan maklum bahwa jika Boe tidak takut hantu karena dia tercipta dari DNA iblis.

"Terus roh batu akik, itu hantu juga?" Ketus Boe.

Isogi yang kesal mendengar mereka pun membentaknya. "Kalian diam dulu, coba perhatikan dan rasakan adalah kekuatan sastra di sekitar sini atau mungkin kamu mencium udara kehidupan penduduk tanah Biak, Galigo!"

Benar juga kata Isogi. Galigo pun mencoba menggunakan kemampuannya. "Aku tidak merasakan keberadaan siapa pun kecuali kita di sini."

"Putri Rengganis juga bilang kalau sejak pasukan perompak Baruna Kala masuk ke laguna, dia tidak mendapatkan kabar apa pun," kata Sandanu. "Kita juga tidak merasakan adanya pertempuran sebelumnya kan dari dalam pulau."

Sementara mereka bingung dengan keadaan di tanah Biak, kapal Mena masih melaju menuju pesisir yang penuh rumah-rumah rumsram. Bahkan, adanya rumah itu seharusnya membuktikan bahwa di sana ada penghuninya.

"Apakah ini kekuatan sihir, dari putri Karradev Janggi?" Celetuk Mutia. "Kita pernah melihat kekuatan sihir di dunia Liliput, tapi kita selama ini tidak tahu bagaimana kekuatan sihir itu bekerja."

Renggi yang menyadari bahwa Trinata itu juga seorang penyihir putih, dia yakin bahwa ini ada hubungannya dengan kekuatan sihir. Kemudian kapal Mena yang mulai menepi, Renggi melabuhkan kapal Mena di antara kapal waiwor yang ditambatkan di setiap depan rumah rumsram.

Setelah itu, mereka turun dari kapal dan menyusuri jembatan kayu penghubung antara rumah rumsram. Terlihat pemandangan mengagumkan dari laguna Numfor yang berlatar bukit pasir dan karang yang dipenuhi tetumbuhan. Cahaya rembulan pun menyiram permukaan air yang cukup tenang seakan tidak berombak.

Tanpa mereka sadari, mereka pun terbuai oleh waktu yang membuatnya lupa akan tujuan sebenarnya hingga kini waktu berjalan begitu cepat. Sebentar mereka beristirahat, tiba-tiba segurat cahaya fazar terlihat di ufuk timur.

"Kalian menyadari sesuatu?" Tanya Renggi, dia terlihat bingung ketika sebentar memejamkan mata. Dan matahari mulai terbit padahal rasanya belum lama berada di dalam pulau.

Yang lain pun mulai bertingkah aneh. Terlihat, Mutia asik duduk berduaan dengan Galigo saling bergandengan tangan di tepian jembatan sambil meletakan kaki di permukaan laguna. Boe dan Sandanu pun rebahan di lantai bawah rumah rumsram yang tidak berdinding. Sementara itu, Isogi berjalan-jalan sendirian menyusuri jembatan di tepian laguna.

"Ada apa dengan kalian?" Renggi menyapa Mutia dan Galigo yang cuek dan mendekati Sandanu bersama Boe yang justru asik rebahan.

Lihat selengkapnya