GALUH

Prayogo Anggoro
Chapter #285

S6. Ritual Wor

Ketika air laut surut, laguna Numfor memiliki permukaan air yang tenang dan jernih sehingga terumbu karang dan hamparan rumput laut terlihat indah dengan kawanan ikan dan binatang air asin lainnya. Bahkan kerang yang memenuhi tiang pondasi rumah rumsram pun tampak jelas.

Di sudut laguna Numfor, terdapat bebatuan karang yang cantik dengan jembatan kayu indah menanjak yang mengarah ke keraton Sawakoi. Sesekali ada anjing laut yang berjemur di atas bebatuan itu. Letaknya ada di belakang dari pemukiman penduduk yang memenuhi bibir laguna yang memiliki air hijau bergradasi dengan warna biru lautan.

Keraton Sawakoi sendiri dibangun dengan arsitektur rumah rumsram yang memiliki pilar-pilar besar berhias ukiran. Meskipun hanya ada dua lantai dengan satu lantai terbuka di bagian bawah, tapi ada banyak ruangan di lantai atasnya. Kilauan emas dan perak pun menghiasi ukiran di dinding keraton Sawakoi.

Ketika itu, terlihat ketua suku tanah Biak menatap ujung laguna Numfor dari jendela di ruang singgasana. Beliau wanita cantik dengan kulit hitam bagai pualam, bibirnya yang tebal begitu menggoda dengan mata besar di antara hidungnya yang mancung. Rambut keritingnya yang mengembang, sepanjang bahu berhias mahkota yang berwarna hitam dari ijuk berkilauan.

"Selubung sastra pelindung tanah Biak akan hancur," ucapnya. "Entah bagaimana mereka memiliki energi quantum peninggalan kaisar Samperi dari tanah Tobati."

"Lalu apa yang harus kita lakukan?" Ucap seorang pendamping ketua suku tanah Biak itu.

Ketua suku itu yang menjadi target utama dari kedatangan pasukan perompak yang menghancurkan selubung sastra pelindung tanah Biak, beliau juga dijuluki sebagai Trinata yang membawa kunci Tetrabarun.

Di sana, beliau mengenakan baju kain rumput yang anggun. Terbuat dari pucuk daun sagu yang dipilin berwarna kuning dan merah menyerupai rok rumbai berhias manik-manik hijau dan biru. Atasnya rumbai berwarna kuning melingkar sebagai penutup dada menggantung di atas pusar. Terlihat ikatan daun sagu melingkar di lengan atas berhias bulu burung kasuari.

"Siapkan ritual wor." Sebagai Trinata, ketus suka tanah Biak siap untuk menghadapi pasukan perompak yang dipimpin Baruna Kala.

Mendengar perintah ketua suku, penghuni istana pun geger. "Apakah ketua suku yakin dengan itu?" Pendampingnya tadi memastikan.

"Kalian bersedia membantu bukan?" Balas ketua suku tanah Biak.

Ritual wor, bukan sebuah upacara ritual biasa yang diadakan oleh penduduk tanah Biak. Meskipun merupakan bagian dari tradisi setempat, tapi ritual wor sangat tinggi statusnya untuk dilakukan sebagai sesuatu yang sakral.

Sekalipun ritual wor tidak pernah lakukan penduduk tanah Biak, tapi mereka paham dengan apa yang akan terjadi ketika ritual terlarang itu benar-benar dilakukan dan berimbas terhadap seluruh penduduk. Namun, demi melindungi ketua suku yang mereka junjung tinggi maka seluruh penduduk tanah Biak siap akan hal tersebut.

Lihat selengkapnya