Hutan Bukit Barisan, 26 Asuji tahun 664 Z
Di tengah hutan yang temaram akibat sinar bulan sabit, seberkas cahaya berpendar dari kekuatan sastra pengendalian batu akik. “Batu mustika siliwangi bersinar... CAKAR HARIMAU.” Sebuah serangan pun melesat menghampiri targetnya.
Sosok mahluk jubah putih tetap terdiam meskipun serangan mendekati. Ketika serangan itu mengenainya, ternyata tubuhnya bagaikan sebuah bayangan yang mampu ditembus apa pun. Dan serangan beraliran sastra tersebut terlihat mengenai beberapa pohon yang tumbang seketika, burung-burung yang tidur di dahan pohon pun terbang berkicauan ribut.
“Apa yang terjadi, Sandanu?” suara seorang gadis bergetar ketakutan.
Anak laki-laki yang disebut Sandanu pun merasakan takut yang sama, bahkan mahluk misterius di depannya melangkah mendekati dia. “Cepat kamu sembunyi, Mutia!”
“Tet, tapi..” Mutia ragu meninggalkan Sandanu sendiri, tapi dirinya sadar tak mampu berbuat apa-apa. Dia pun berpaling dan mencari tempat sembunyi di balik pohon.
Dari balik jubah putihnya, mahluk itu tertawa melengking dan tubuhnya pun melayang-layang di udara mengitari Sandanu seakan elang yang siap menyantap mangsanya. Sandanu sendiri memasang kuda-kuda. Kalau-kalau mahluk itu menerkamnya, dia siap untuk menyerang.
Ketika mahluk berjubah putih yang terlihat tinggi ramping mendekat, Sandanu pun langsung menghindar. Beberapa saat kemudian, sebuah kilatan cahaya keluar dari gerakan tangannya dan menyerang Sandanu. Segera Sandanu berlindung di balik pohon terdekat, membuat pohon besar persembunyian itu roboh hampir mengenai dirinya.
Daripada terus menghindar Sandanu mencoba untuk melakukan serangan, dia melirik batu akiknya yang tersemat di jari manis kanan, dan membaca sebuah mantra. “Batu mustika siliwangi bersinar.... HARIMAU PUTIH”
Sosok roh harimau putih muncul dari seberkas cahaya dengan aumannya yang mampu menggoyangkan pepohonan sekitar membuat mahluk berjubah putih itu terkejut. Binatang-binatang di sekitar pun ricuh ketakutan. Selanjutnya, mahluk berjubah tadi mendekati Sandanu perlahan setelah hilangnya roh harimau putih.
Mahluk di depan Sandanu membuka jubah penutup wajahnya dan terlihat wajah perempuan cantik yang bersinar dengan rambut panjang yang tergerai. “Cukup lama aku tidak menemui manusia, dan kau sangat menghiburku anak muda,” ucapnya yang bersosok halus bagaikan bayangan saja saat sinar bulan meneranginya.
“Apa maksudmu?” tanya Sandanu terkejut.
“Orang Minangkabau menyebutku sebagai orang Bunian yang mereka Dewa-kan, sungguh kedatanganku menemuimu sebagai sebuah takdir. Maka, ketahuilah bahwa dunia ini mendekati sebuah titik balik saat matahari terbit dari barat dan kekuatan Sastrajendra jatuh ke dunia...”
Orang Bunian tersebut pun menyampaikan sebuah amanat kepada Sandanu mengenai masa depan yang akan dilaluinya. Kemudian, mahluk itu menunjukkan jalan untuk Sandanu ke tempat yang akan mereka tuju, yaitu tanah Minangkabau.
***