Dari dalam laut, cahaya matahari siap berpendar dan pertama kali yang bersinar adalah keraton Pagaruyung yang berdiri megah berlapis seni ukir di dindingnya yang penuh warna kilauan emas dan perak yang berdiri di atas bukit Tanjung Emas. Merupakan sebuah keraton yang dibangun dari kayu pohon besi terbesar di tanah Minangkabau yang direndam dalam air selama seribu malam hingga tahan terhadap goncangan dan terhadap perubahan cuaca. Motif dinding bergambar tumbuhan, binatang dan simbol kehidupan yang memberikan makna alam takambang menjadi guru.
Dan atapnya yang meruncing dari ijuk berlapis emas menjulang tinggi hingga menembus awan seakan keraton Pagaruyung menyangga langit tanah Minangkabau. Ada 360 buah atap gonjong di keraton Pagaruyung dan 99 buah gonjong tertinggi membentuk garis setengah lingkaran jika dilihat dari luar angkasa dan terlihat dari cakrawala cahayanya yang bersinar hingga tanah Mentawai pada sebuah pulau di tengah lautan.
Di dalam keraton, pilar-pilar kayu besar menjadi penyangga yang berlapis emas dan perak. Dari tangga pintu masuk berlari seorang abdi untuk membawa kabar pada sang ketua suku dengan menaiki empat puluh anak tangga.
“Ampun yang diagungkan, hamba membawa berita bahwa sayembara jewel tahun ini siap dilaksanakan.” Abdi bersimpuh hormat di depan ketua suku.
Dan dari singgahnya sang ketua suku berdiri keluar untuk melihat hari bahagia yang beliau selenggarakan, selepas datang sang pengawal mengabarkan bahwa di arena pertandingan seluruh pemuda pengguna jewel sudah berkumpul untuk mengikuti sayembara. Para abdi keraton pun mengawal langkah agungnya menuju pelataran luas yang telah disiapkan untuk pertandingan para jewel.
Arena sayembara berada di bagian selatan keraton dekat dengan Tanjung Mamutih yang memakan waktu tidak sebentar. Karena itu, ketua suku menuju arena menggunakan kerbau putih sebagai tunggangan keagungannya.
“Hahaha…. Wahai anak-anakku, di sinilah kita hidup dalam damai dengan keteraturan alam yang mengajari cara kehidupan yang baik. Namun apa daya, kemasyhuran haruslah indah dan menjaga yang perlu dilestarikan dalam mempertahankan tanah Minangkabau. Karena itu kukumpulkan kalian untuk bukti bahwa tanah kita masih berada di dunia ini. Era batu akik, hahaha….”
Setelah memberikan sambutan sang ketua suku duduk untuk menyaksikan pertandingan yang akan segera dimulai. Bermacam-macam jamuan dihidangkan untuk menemani para tetamu, para penghulu yang datang diundang.
Terlihat beberapa sajian spesial dihadapkan kepada tetamu undangan, seperti lamang yang merupakan olahan ketan dengan santan dan dibakar di dalam bambu, lalu disajikan dengan bermacam bumbu. Kemudian, ada pula sala lauak semacam cemilan dari udang dan teri yang dihaluskan dan digoreng berbentuk bulatan, juga bika talago yang memiliki rasa gurih dan manis dari perpaduan tepung beras, kelapa parut dan gula merah yang dicetak dan dibakar di atas tungku.