Galigo masih terdiam dan dia menyendiri di sisi keramaian. Ada sebuah kolam kecil di tanah Kubu yang begitu indah karena sekelilingnya ditanami jamur-jamur menyala hingga sekeliling air tampak terang. Ditambah lagi, di atas air banyak kunang-kunang berterbangan.
Dalam pikirannya, Galigo melintasi ruang dan waktu. Mengapa pula mengenai perempuan berkulit hitam itu mengganggu dirinya? Galigo tidak percaya bertemu dengan orang seperti dia lagi. Dia yang berbeda dan dia bukan si perempuan berkulit hitam itu.
Perjalanan hidup memang tidak begitu saja harus berhenti tapi tetap untuk dijalani. Dunia yang berputar, tanpa kembali berputar pada waktu sebelumnya. Tetapi, sang waktu membawanya kembali pada kenangan yang telah lama pergi atau mungkin seharusnya sudah mati.
“Kenapa kau berdiam diri di sini?” Seorang gadis tanah Kubu mendekati Galigo.
Galigo menatapnya, gadis bermata hitam dari sinar kunang-kunang yang sempat terbang di wajahnya. Senyumnya yang merekah dari paras wajahnya yang tampak lugu. Rambut keritingnya yang menggantung bergulung-gulung. Kulitnya sangat gelap karena malam, dia hanya memakai kain penutup buah dadanya dan kain panjang dari pinggang sampai mata kakinya.
“Aku hanya suka melihat air yang tenang.” Galigo tersenyum.
“Boleh aku yang menemanimu?”
“Silakan jika kamu tidak keberatan, mungkin kamu akan merasa bosan dengan aku yang ingin berdiam.”
“Bagaimana kalau kuajak kau ke tengah ketenangan untuk menikmati diam yang damai?”