Pagi setelah sarapan, Way Gambas bersama teman seperjalanannya meninggalkan rumah kedutaan tanah Lampung. Dia akan kembali lagi jika acara pesta pantai telah berakhir karena dirinya akan berpisah dengan Sandanu dan Mutia. Saibatin pun akan menugaskan seseorang untuk mengantarkannya pulang nanti.
Way Gambas tahu bahwa mereka memiliki tujuan lain untuk pergi ke negeri Sabda dan mengelilingi dunia, tapi rasa penasaran masih ada mengenai apa yang mereka cari. Dalam perjalanan kaki sambil menikmati keindahan teluk Dhamna dan berbaur dengan orang-orang di tanah Melayu, Way Gambas merasa tenang berjalan dengan Sandanu dan Mutia yang sangat bahagia dalam menjalani kehidupannya.
Mereka berjalan di antara aktivitas orang-orang yang datang untuk menghadiri pesta pantai negeri Tirta. Terlihat banyak orang yang menghadiri tanah Melayu ini, mungkin dari empat puluh satu tanah negeri di daratan Andalas ada semua sebagai pengunjung itu dan bahkan ada dari negeri lain.
Semua pengunjung terlihat menarik dengan penampilan dan pakaian yang mereka kenakan. Ada banyak hal yang tidak Way Gambas ketahui mengenai yang mereka kenakan dan terlihat sangat cantik. Dirinya sendiri memakai pakaian umum sebagai seorang pengembara seperti Sandanu dan Mutia.
Setelah berjalan lama, mereka mengunjungi rumah makan di siang hari saat matahari mulai condong ke arah barat. Sebuah rumah makan terbuka hingga para pengunjung bisa menikmati suasana di luar. Mereka memesan makanan khas tanah Melayu di pesisir seperti gulai ikan patin untuk Way Gambas, asam pedas baung untuk Mutia dan ikan selais asap bagi Sandanu.
Mungkin ini akan menjadi hari terakhir Way Gambas bersama mereka. Karena itu, dia ingin tahu apa yang sebenarnya mereka cari dalam pengembaraannya. Sambil makan, Way Gambas bertanya, “sebenarnya apa tujuan kalian pergi meninggalkan tanah negeri sendiri?”
Way Gambas menunggu jawaban mereka. Sandanu melirik Mutia di depannya, mungkin mereka memiliki suatu rahasia yang seolah harus ada kesepakatan untuk menjawab pertanyaan Way Gambas.
Saat Sandanu meliriknya, Mutia mengangguk. “Karena kamu adalah orang pertama selain ya, Galigo yang sudah pergi. Kamu adalah teman perjalanan kami, jadi akan kami beritahu tujuan kami sebenarnya,” kata Sandanu.
“Tapi ini adalah rahasia, tidak boleh ada orang yang mendengarnya,” tambah Mutia.
Rahasia? Way Gambas menjadi tambah penasaran. Tapi tidak mungkin kalau mereka berdua adalah mata-mata. “Rahasia apa?”
“Kami pergi untuk mencari negeri Galuh.” Sandanu menarik nafas lega telah mengucapkan yang ingin dia katakan dari awal pada setiap orang yang dia temui.
Way Gambas terkejut, dia pun meletakkan sendoknya di atas piring keramik. “Apa aku tidak salah dengar?”
Way Gambas tahu apa itu negeri Galuh. Sebuah negeri berperadaban tinggi dengan penduduk yang berakhlak mulia, bangsa Atlantis. Hanya sebuah dongeng yang tidak dianggap nyata kebenarannya. Dia yakin, semua orang tahu cerita mengenai negeri itu, meskipun sempat banyak para ahli untuk mencarinya. Tapi sepertinya, orang yang membicarakan mengenai negeri itu saat ini adalah orang-orang yang menyia-nyiakan waktu saja.
“Kamu tidak salah dengar,” kata Sandanu, “kami memang mencari negeri itu.”
HAHAHAHA…..