Siapa yang akan menyangka bahwa pahlawan yang hilang puluhan tahun kembali muncul di tengah generasi yang berbeda. Meskipun demikian, generasi muda itu tetap mengenali tokoh pahlawan besar yang handal bertarung di atas lautan maupun daratan. Tapi, sebenarnya apa yang terjadi dengan pahlawan itu?
Setelah berdirinya lima negeri pemegang mahkota dunia, terjadi penghianatan bagi Han Tuah yang harus dihukum mati oleh titah raja. Tapi beliau diasingkan dan membuat rekannya Han Jebat yang mengetahui hukuman mati itu memberontak pada kerajaan dan mengambil sebuah pusaka. Kekacauan itu, membuat Han Tuah yang bisa mengalahkannya dibebaskan dan akhirnya dia membunuh rekannya sendiri. Setelah itu, pahlawan negeri Tirta menghilang. Selama masa kehilangannya, Han Tuah bersemedi di atas gunung Bangka dan beberapa waktu pindah ke gunung Belitung untuk melindungi istana kerajaan.
Tiga tahun sekali, sebenarnya beliau hadir di tengah penduduk untuk kepindahan lokasi dan sekaligus melihat pesta pantai yang diselenggarakan oleh Tirtadev untuk para rakyat dan alam, antara daratan dan lautan yang menjadi pelindung hidup negeri Tirta.
Dan baru kali ini dirinya mendengar ada anak muda yang mengembara mencari negeri Galuh. Sebuah negeri yang pada masa muda Han Tuah diperebutkan keberadaannya dan sayangnya sekarang dianggap hanyalah mitos sebagai negeri antah berantah.
Sore hari di teluk Dhamna yang padat pengunjung untuk menyaksikan pesta pantai malam nanti, di keramaian itu Han Tuah mengajak Sandanu bersama rekan-rekannya untuk menemui seseorang. Seseorang yang datang membawa pesan untuk dirinya.
“Aku tidak percaya bisa bertemu pahlawan yang hilang di sini, kamu tahu kan Mutia aku suka membaca mengenai riwayatnya saat di menara Kubah Emas,” kata Sandanu berbisik-bisik karena Han Tuah yang mengajak mereka untuk diam mengenai dirinya.
“Iya, aku juga tidak percaya diajak untuk menemaninya.”
Way Gambas berjalan bersama mereka di belakang Han Tuah yang berjalan menggunakan jubah agar tidak dikenali orang, dia merasa curiga dengan kemunculannya yang tiba-tiba. Seperti akan terjadi sesuatu di tanah Melayu. Dan herannya, bagaimana beliau bisa tertarik pada Sandanu yang memiliki tujuan mencari negeri Galuh?
“Sebenarnya, siapa yang akan Anda temui?” tanya Way Gambas membuat temannya terkejut dengan pertanyaan itu.
Han Tuah tersenyum dan dia tahu bahwa putri tanah Lampung pasti lebih cerdas untuk menilai sikapnya. “Ade seseorang yang harus saye temui di bukit bergaram sebelah selatan.”
“Kenapa Anda mengajak kami?”
Han Tuah berbalik dan tersenyum lebar. “Saye hanya butuh kawan,” katanya, “Kalian tidak keberatan kan menemani orang tue seperti saye?
“Tidak!” Sandanu dan Mutia sangat senang.
Way Gambas hanya mengikutinya dan mereka berjalan menuju bukit bergaram sebelum matahari tenggelam. Selama perjalanan itu, tidak ada orang yang mengetahui keberadaan Han Tuah.
Sesampainya di atas bukit bergaram, terlihat dua anak muda menunggunya. Melihat orang yang akan ditemui Han Tuah, Mutia kaget dan tidak menduga bahwa kebetulan mempertemukannya kembali dengan mereka.
“Kalian?” kata Mutia.
Perempuan berkulit hitam manis mengabaikan anak-anak di tanah Musi waktu itu. “Apa Anda Han Tuah? Perkenalkan saya Isogi Korewa dari negeri organisasi perdamaian dunia.”
Anak laki-laki berkulit kuning langsung tersenyum. “Saya Boe Lare, sebagai pengawal nona Isogi.”
“Ya, saye Han Tuah dan mereke hanya menemani orang tue ini.”
Dari dalam tasnya, Isogi mengeluarkan sesuatu. “Ini pesan untuk Anda.”