Seorang intel berlari di lorong-lorong ruangan menuju pusat markas tentara perang. Di ujung lorong itu, dia membuka pintu dengan kasar dan mengejutkan seisi ruangan. “Lapor, musuh telah diketahui, mereka adalah tiga anggota Arakar yang bertujuan untuk merebut mahkota negeri. Caturenzi telah turun tangan atas perintah Tirtadev secara langsung, mereka menghadapi satu anggota Arakar yang diketahui bernama Aquarius. Dua anggota lagi, Cancer dan Pisces berada di bagian barat daya istana dan berhadapan dengan ratusan jewel dan juga,….” Intel itu berhenti, dia tidak percaya mengenai informasi tentang itu.
“Siapa?” ucap panglima perang.
“Dia pahlawan yang hilang, Han Tuah.”
Seisi ruangan yang penuh oleh para jenderal terkejut mendengar kedatangan pahlawan yang telah lama dikabarkan menghilang.
“Dia juga yang membangkitkan semangat para jewel untuk melepas segel hikayat dari raja Iskandar Zulakarnain.”
Panglima perang terdiam, dia berkonsentrasi penuh. Caturenzi telah turun tangan dan itu tandanya musuh bukanlah sembarang orang, terlebih lagi mereka hanya tiga orang. Jumlah yang sangat remeh untuk memporak porandakan istana Dhamna.
Kehadiran Han Tuah dan pusaka kekuatan rahasia dari hikayat pun terbuka. Panglima perang merasakan efek es purba yang membuat udara terasa dingin. Ini keadaan yang sangat sulit.
“Baik laporan diterima.” Panglima perang segera menggelar rapat.
Penglima perang pun mengatur strateginya dan mengutus delapan jenderal untuk turun dalam medan pertempuran dengan membawa semua prajuritnya untuk mode penyerangan gurita ke arah dua anggota Arakar. Dua jenderal lainnya, ditugaskan memimpin prajuritnya untuk membantu rakyat sipil (non pengendali batu akik). Dia sudah percaya bahwa anggota elit keluarga kerajaan mampu menghadapi lawannya.
“Siap laksanakan!” Hormat para jenderal dan segera menuju medan pertempuran yang datang secara dadakan dan benar-benar serangan mematikan yang melumpuhkan sistem keamanan terketat di istana Dhamna dalam acara pesta pantai.
***
Ketika semua orang datang menyerbu anggota Arakar, Sandanu tidak bisa meninggalkan Mutia yang lemah dalam hatinya. Ketakutan seolah menjalari tubuh gadis itu sejak melihat kekuatan dahsyat yang memporak porandakan istana Dhamna. “Jangan tinggalkan aku!” Mutia meremas lengan Sandanu.
“Aku akan selalu ada di sisimu,” Sandanu mendekap Mutia dengan kencang.
Semangatnya ingin sekali menghajar musuh, tapi hatinya tetap tidak bisa meninggalkan teman baiknya yang sangat ketakutan. Sandanu menatap Han Tuah yang masih berdiri di antara orang-orang yang menyerang. Way Gambas pun masih ada di sebelahnya. Bahkan Sandanu melihat ada yang tidak beres dengan putri tanah Lampung itu.
Sandanu memperhatikan gadis itu membisu dan membatu saat mendengar teriakan laki-laki angota Arakar. Mungkinkah orang itu ada hubungannya dengan putri tanah Lampung yang mencari seseorang, Sandanu menebak hal itu pasti benar.
Sandanu meraih tangan Way Gambas dan meremas jemarinya. “Kita akan bersama-sama, aku berjanji untuk melindungimu.”
Dalam sinar bulan yang menjadi saksi bisu peristiwa mengerikan itu, Sandanu pun melihat tetes air mata yang berlinang di pipi Way Gambas. “Dia orangnya, yang selama ini aku tunggu dan aku rindu.”
Han Tuah yang melihat dua keadaan gadis bersamanya merasa bangga terhadap Sandanu yang tetap tegar untuk melindungi mereka. “Kalian tetaplah di sini, saye akan mencoba melakukan sesuatu.”
“Tuan,” panggil Way Gambas serak. “tolong jangan sakiti dia!” Way Gambas menangis dan dia meletakkan kepalanya di bahu Sandanu yang masih mendekap Mutia dalam dadanya.
“Tenang, saye kan membawanye untuk bertemu denganmu dan mike bise bicare padanye.” Han Tuah pun melangkah untuk melakukan yang terbaik.
Di samping itu, Cancer dan Pisces yang mendapat ratusan serangan tidak mudah begitu saja terlumpuhkan. Serangan demi serangan mereka hindari dengan percaya diri dan kesenangan seakan bermain-main dengan cacing tanah.