Waktu telah melewati sepertiga malam terakhir, sekitar pukul empat pagi. Istana Dhamna masih penuh orang-orang yang mengantri untuk keluar, mungkin sekitar seribuan orang berdesak-desakkan di depan pintu tabung kaca air yang dijaga oleh seorang jendral dan dibantu oleh tentaranya.
Isogi dan Boe sudah berada di dalam istana Dhamna dan mereka menuju ruang bawah, tempat Tirtadev berada dalam ruangan beraliran sastra untuk mempertahankan gurindam 12. Begitu pula dengan Sandanu bersama rombongannya. Setelah kematian Cancer, mereka bergegas untuk menemui Han Tuah.
Di samping hiruk pikuk penuh kekacauan dalam istana, Aquarius telah tiba di depan pintu istana Dhamna dari arah timur. “Batu kecubung bersinar…. Membeku…” Sebagian istana Dhamna membeku dan pecah sehingga Aquarius dengan mudah masuk dari arah timur yang sepi oleh kerumunan orang.
Sebagian orang berada di arah barat, selatan dan utara karena arah timur menghadap laut lepas sehingga tidak ada yang pergi ke sana. Karena itu juga, Aquarius dengan mudah berjalan dan mencari keberadaan Tirtadev. Dia merasakan pusat aliran sastra gurindam 12 berada di bagian bawah.
“Membeku….” Aquarius membuat jalan tembus dengan kristal es hingga tercipta lubang yang langsung mengarah ke ruangan Tirtadev.
Setelah itu, Aquarius pun loncat ke bawah dan didapatinya Tirtadev Keempat seorang diri tanpa pengawalan. Di dalam sebuah ruangan yang cukup luas, dipenuhi beberapa pilar dan Tirtadev sendiri berada di bagian tengah ruangan. Wanita itu duduk dengan mahkota negeri Tirta atau mahkota elemen air di depannya.
“Ternyata Cancer dan Pisces belum sampai juga,” ucap Aquarius. “Apa yang terjadi dengan mereka?” Aquarius memperhatikan sekeliling ruangan dan mampu merasakan aliran sastra maha besar dari mahkota elemen air.
Aliran sastra yang terasa sangat berbeda. Bukan sastra alam ataupun dari batu akik, tapi lebih sebagai aliran sastra ajaib yang tidak tahu dari mana asalnya. Memang benar, mahkota lima elemen belum ada yang mengetahui asal usulnya dan dikatakan bahwa mahkota itu sudah ada sejak berdirinya negeri Galuh.
Dengan negeri antah berantah itu pun masih belum jelas keberadaannya, tapi Aquarius yakin bahwa tempat itu ada dunia ini atau dari dimensi lain yang kini berjalan bersamaan dengan dunianya dan dipastikan ada jalan untuk menemukan negeri itu. Buktinya, ada mahkota elemen sastra yang menjadi teka-teki yang harus dipecahkan asal usulnya.
“Siapa kamu?” teriak Tirtadev Kandis merasakan hadirnya seseorang dari arah belakang.
Dia sudah menduga bahwa salah satu dari mereka pasti akan datang. Tirtadev tidak menduga bahwa anggota Empat Lubuk Sumatera mampu dikalahkannya. Tirtadev Kandis berdiri dan melihat orang yang berhasil sejauh ini sampai ruangannya.
Wanita cantik berkulit putih dan rambut hitamnya tergerai panjang dengan keriting gantung. Dia memakai mahkota elemen air sebelum berdiri memperlihatkan keanggunannya dengan gaun berlengan panjang yang berenda bunga-bunga dengan bawahan mengembang hingga menutupi kakinya.
Matanya yang sendu menatap lawannya. “Apa tujuanmu dengan mengacaukan istanaku seperti ini?”
“Mahkota, aku akan merebut mahkotamu Tirtadev,” kata Aquarius. “Dengan mahkota itu, kami akan mengumpulkan kekuatan untuk mengubah masa depan dunia dalam satu tatanan hidup yang baru.”
“Kau hanya akan mengacaukan kehidupan jika melakukan hal itu.”
“Memang benar, tapi itulah pengorbanan bagi masa depan yang lebih baik lagi.”
“Kau salah, bukan seperti itu melakukannya dengan melukai banyak orang dan menyebarkan penderitaan pada mereka yang tidak bersalah.”
“Sudahlah, tidak ada orang tanpa bersalah hidup di dunia ini.” Aquarius mengucapkan mantra. “Membeku…” Dia sudah tidak memiliki banyak waktu karena matahari akan segera terbit.
Tirtadev Kandis langsung menangkisnya, “batu laksanaman Indragiri bersinar… uap air panas.” Dengan uap air panas, serangannya itu mampu mencairkan serangan Aquarius.
Tapi Aquarius tidak menyerah begitu saja. Uap air panas membuatnya sulit menyerang sang ratu, Aquarius menyerangnya dengan syair sendawa laut yang membuat goncangan di istana dari dasar laut.