Setelah berhasil mengalahkan panglima Munzir, Aquarius kembali naik ke permukaan. Dia berdiri menatap istana Dhamna yang membeku oleh kristal ungu, dan langit terlihat segurat awan merah. “Fazar menyingsing.”
Misi utama Aquarius telah berhasil dan mahkota elemen air sudah menjadi milik Arakar, tapi kedua timnya telah pergi meninggalkan dirinya di dunia ini. Aquarius berharap mereka berdua akan menunggu dirinya dan mereka bisa pulang bersama.
Musuh sudah tidak terlihat lagi. “Sepertinya sudah tidak ada yang terbangun lagi?” Aquarius menatap Mutia yang berada di udara dalam kristalnya. Aquarius mendekatkan kristal itu dengan kendalinya.
Kristal itu pun berada di depannya dan terbuka sebagian sisinya agar dia bisa bercakap dengan gadis itu. “Sekarang hanya dirimu yang masih bertahan, apa yang akan kamu lakukan?”
Mutia menangis dan tidak terdengar suara satu pun orang. “Bunuhlah aku, agar aku bisa bertemu dengan orang tuaku.” Mutia berteriak minta untuk dibunuh. Dia merasa lemah dan tidak berarti sekarang.
“Hentikan!” bentak Aquarius. “Lihat, kamu memiliki batu akik yang bagus, tidakkah kamu bisa menggunakannya? Lawan aku!”
Mutia menggenggam batu air mata duyung yang tidak bisa dia kendalikan. Mutia hanya bisa duduk tersipu sambil menangis dalam kurungannya. Dia takut dan tidak sanggup bertahan untuk menghadapi ketakutannya. Sekarang Mutia berada di depan orang yang dulu membunuh orang tuanya.
“Aku ingin mati…” Mutia memukul dadanya sendiri dengan keluh dan sedih.
Aquarius menghembuskan nafasnya. “Inikah putri dari seorang pahlawan? Apa kamu juga menganggap aku yang telah membunuh mereka? Aku tidak pernah membunuh mereka, tapi orang-orang tanah Aceh yang berbuat seperti itu.”
Mutia kaget dan dia menatap Aquarius yang tersenyum padanya. Di depan Mutia, Aquarius menjelaskan semua cerita yang sebenarnya mengenai pengorbanan bangsawan Teuku Umar dan Cut Nyak Dien istrinya untuk membebaskan keraton Samudra Pasai dari es yang membekukannya.
Aquarius pun menceritakan kebaikan orang tua Mutia padanya dan permintaan mereka pada Aquarius. “Jadi, seperti itulah yang terjadi. Kedua orang tuamu menyelamatkanku dan aku tidak mungkin bisa membunuh pahlawan yang menyelamatkanku.”
“Kamu?” Mutia menatap nanar pada Aquarius.
“Ingatlah namaku, aku Teuku Andan.” Aquarius tersenyum. “Sekarang aku tidak bisa mencairkan istana Dhamna, hanya kamu yang bisa melakukannya dan tentu dengan batu akik yang kamu miliki.”