Sebuah perahu layar bergerak di tengah samudera menuju arah teluk Dhamna. Seseorang berdiri di depan perahu dan tidak sabar untuk sampai tujuan. Bulan Purnama mulai menghilang dan fazar sudah terlihat sejak semalam mereka berlayar. Dan dia berharap akan ada jalan terang bagi mereka di istana Dhamna.
Tapi, tiba-tiba saja langit menjadi gelap dan awan mendung menyelimutinya. Tidak lama kemudian, hujan turun dengan deras hingga perahu layar oleng. Layar-layar tidak bisa mengembang.
“Apa yang terjadi Tuan?” ucap seorang pemuda berambut hijau.
Seorang pria dewasa berumur tiga puluhan tahun menggeleng kepala. Dia tidak tahu apa yang terjadi hingga cuaca berubah tiba-tiba. “Aku harus memastikannya.” Dia meloncat dan berlari di atas lautan menuju teluk Dhamna yang masih jauh.
Pria bertubuh tinggi dan kuat, berlari cepat di atas air laut dan di bawah guyuran air yang turun dari langit. Dia tidak ingin terjadi sesuatu pada seseorang yang dicintainya. Dia harus memastikan bahwa orang itu baik-baik saja. Pikirannya pun melayang, membayangkan segala sesuatu kemungkinan yang terjadi di teluk Dhamna.
Dia berlari tanpa bernafas dan secepat kilat hingga terhenti di depan teluk Dhamna. Dia tidak bisa bicara apa-apa melihat istana Dhamna porak poranda. Es telah membekukannya dan hujan yang turun mencairkannya. Jika es itu habis, istana Dhamna pasti akan tenggelam karena dia merasakan tidak adanya sastra pengendalian gurindam 12.
Dengan cepat, dia pun mengambil tindakan. “Kehidupan yang berasal dari lautan, lautan yang menjaga kehidupan…” dia mengucapkan syair. “Batu biduri laut bersinar… surutnya air laut…”
Tiba-tiba saja air laut di teluk Dhamna mengering perlahan bersama menghilangnya es yang membekukan istana Dhamna sehingga secara perlahan seakan membantu istana Dhamna berdiri di atas pijakannya, bahkan air dari lautan tidak bisa memasukinya. Tapi air hujan masih jatuh untuk membasahinya.
Pria itu segera mendekati istana Dhamna. Dia melihat seorang gadis melayang di atas awan hitam dan dialah yang melakukan teknik rahasia untuk menurunkan hujan sebesar ini. Karena itu, pria tersebut mendekatinya untuk memastikan bahwa gadis tersebut bukanlah musuh.
“Apa yang terjadi?” Dia sudah berada di depan gadis berambut marun yang basah terguyur hujan seperti dirinya. Pria itu menggunakan genangan air untuk melayang di udara.
“Arakar menyerang istana dan mereka berhasil mencuri mahkota negeri Tirta, juga membekukan istana Dhamna dan orang-orang di dalamnya,” kata Mutia. “Aku hanya mencoba mencairkan es dari Arakar untuk menyelamatkan orang-orang.”
Dia tidak bisa membayangkan. Bagaimana seorang gadis sendirian bisa bertahan sedangkan semuanya terluka hingga tidak ada aliran sastra satu pun yang terasa, termasuk Tirtadev.