Sehari kemudian. Semua orang berusaha melupakan kejadian malam itu. mereka yang menatap teluk Dhamna sebagai saksi bisu mencoba tersenyum dan mengaggap bahwa istana Dhamna baik-baik saja di dasar laut untuk tidur lama seperti biasanya.
Way Gambas telah mengajak semua rombongannya ke rumah kedutaan tanah Lampung termasuk, Isogi dan Boe. Mereka pun makan satu meja pagi itu dan suasana sangat khidmat hingga seseorang datang.
“Selamat pagi!” Seorang pemuda tanah Lampung mengucapkan salam. “Sepertinya banyak tamu di sini?”
“Anakku…” Saibatin berdiri dan menyambut putranya.
“Maaf ayah, aku terlambat dan…” Pemuda itu tidak bisa meneruskan ucapannya, semua orang pasti berduka dengan peristiwa malam itu.
“Sudahlah, sekarang mari kau ikut gabung dengan mereka.”
Ketika ayahnya mengajak pemuda itu makan bersama, dia memperhatikan wajah yang terlihat tidak asing. Yang diperhatikan pun tidak mengetahuinya, tapi sang pemuda yakin bahwa itu adalah gadis yang dia kenal di tanah Minangkabau.
“Mutia?” Dia pun menatap anak laki-laki di sampingnya. “Sandanu?”
“Kau pernah bertemu dengan mereka Nak?” Saibatin bertanya, bahkan dia curiga anaknya belum melihat putri tanah Lampung yang cantik di sampingnya.
“Kalianda, jadi kamu putra tuan Saibatin?” Mutia senang bertemu dengan anak itu lagi.
Di samping Kalianda duduk, seseorang berdehem. “Sepertinya kamu melupakanku?” Way Gambas tersenyum kesal.
Kalianda terkejut saat menyadari bahwa yang duduk di sebelahnya adalah seorang putri keraton. “Tuan putri, bagaimana bisa dikau ada di sini?”
Kemudian suasana menjadi ceria. Kalianda bercerita mengenai sayembara di tanah Minangkabau. Dia sendiri datang ke sana atas perintah ayahnya yang diundang oleh kedutaan dari tanah Minangkabau. Karena tidak bisa datang, beliau mengutus anaknya, Kalianda.
Di depan meja makan, mereka saling berbagi cerita. Way Gambas pun dengan senang menceritakan pengalamannya dalam perjalanan bersama Sandanu dan yang lainnya. Mereka pun bercerita pertemuannya dengan Isogi di tanah Musi. Tapi perempuan hitam manis itu tidak banyak bicara. Untungnya, Boe sedikit menjelaskan kejadian di tanah Musi biarpun Isogi mencoba untuk mencegahnya.
Di tengah cerita itu, seorang abdi datang membawa kabar. “Maafkan hamba, atas perintah ratu Kandis, saudara Rakeyan Sandanu, Andi Galigo, Cut Mutia, Isogi Korewa dan Boe Lare dipanggil untuk menghadapnya.”
“Kenapa mereka dipanggil lagi?” tanya Way Gambas. “Bukannya Tirtadev telah memberikan penghargaan pada kami.” Waktu itu Way Gambas pun ikut menghadap ratu Kandis karena ikut berjuang menjaga istana Dhamna dan orang-orang di dalamnya.
“Untuk kali ini berbeda, sebenarnya tuan Tian Malaka yang ada di balik perintah ini.” Kemudian, abdi itu undur diri.
Setelah makan pagi, mereka berlima meninggalkan rumah kedutaan tanah Lampung. Sandanu tidak perlu khawatir lagi karena Way Gambas akan diantar pulang oleh Kalianda. Kalianda berjanji untuk menjaga tuan putrinya dengan baik. Mereka pun berpisah di sini.
***
Sandanu dan rombongannya dijemput oleh kapal layar. Mereka akan dibawa ke pulau Batam, tempat kediaman Tirtadev untuk sementara di sebuah kastil dalam pulau yang biasa digunakan untuk liburan keluarga istana.