Setelah mempertimbangkan rencananya untuk menyelamatkan kepala kapal, Eran merasa tidak perlu membawa semua penumpang pinisi ke daratan Borneo. Mereka yang bukan pengendali batu akik hanya akan mempersulit penyelamatan kepala kapal, karena keadaan politik tanah Dayak dalam masa kelam tanpa seorang pemimpin.
Eran berniat menolong kepala kapal seorang diri dengan misi penyelamatan secara sembunyi-sembunyi. Selain itu, Eran pula berencana bergabung dengan rombongan Galigo yang mereka juga akan menyelamatkan temannya. Oleh karena itu, Eran mempercayai seseorang untuk memimpin pelayaran ke lautan lepas dan menunggu pesan sampai misi penyelamatan kepala kapal berhasil. Dengan begitu, mereka bisa menjemput kepala kapal dengan aman.
Setelah itu, Eran mencari rombongan Galigo yang dikabarkan akan berlayar sore itu menuju tanah Dayak, dua hari setelah peristiwa kebangkitan Smali’ing. Untung saja Eran tidak terlambat, saat tiba di dermaga cinta dirinya melihat rombongan itu sedang melakukan perpisahan dengan pangeran Antasari.
“Mmm… maaf! Apa aku boleh bergabung dengan kalian?” sapa Eran setibanya di depan mereka.
Galigo terkejut. “Kenapa tiba-tiba kamu datang ke sini?”
“Sebenarnya…..” Eran pun menceritakan tujuannya datang ke tanah Banjar untuk meminta bantuan dari ketua suku supaya dilakukan perundingan agar kepala kapal pinisi bisa dibebaskan dari tawanan Adipati Klemantan. Tapi setelah kejadian sebelumnya, Eran memang tidak bisa meminta hal itu kepada ketua suku Banjar meskipun kepala kapal adalah rekan bisnisnya yang terbaik. “Karena itu, aku ingin bergabung bersama kalian, jika saja tidak merepotkan.”
“Tidak tapi ini kebetulan,” sahut Sandanu. “Dengan begitu, kita bisa bekerja sama juga.”
“Terima kasih!” Eran lega dirinya bisa diterima.