GALUH

Prayogo Anggoro
Chapter #63

S2. Ketua Kapal

Setelah tiga hari berlayar di tengah laut, rombongan Isogi mulai melihat daratan hijau pulau Borneo. “Kita akan sampai di tanah Dayak….” teriak Eran yang melihat menggunakan teropongnya.

Langit terlihat berawan meskipun menurut Eran tidak akan turun hujan. Mereka yang mendengar kabar dari Eran langsung bergegas keluar untuk memastikan. Benar, kini dengan mata telanjang bukit hijau pertanda daratan sudah terlihat jelas. Angin mendukung pelayaran mereka hingga kapal lancaran mampu berjalan cepat tanpa hambatan.

Di depan mereka semua, tanpa diketahui seluruh isi tanah Dayak berduka akibat kematian ibu suri dan saat itu pula upacara pemakaman sedang diselenggarakan. Tapi mereka tahu, yang akan mereka hadapi adalah keserakahan yang mengakibatkan penderitaan.

Isogi berjanji, akan menyelamatkan Boe dengan kemampuannya sendiri. Hingga tiba saatnya kapal lancaran merapat di pantai sebelah selatan pulau Borneo yang tidak terjamah manusia, mereka mulai mengatur rencana. Sebelumnya, Chalid dengan kemampuannya menentukan tempat yang harus mereka tuju.

“Batu yakut bersinar… peta…” Chalid menggunakan mantra peta dengan cara meletakkan tangan ke atas permukaan daratan, dengan begitu dirinya mampu membaca peta melalui penglihatan yang langsung tergambar ke dalam ingatan.

“Boe berada di ruang bawah tanah istana Kotawaringin di kota Padang Dua Belas, sedangkan kepala kapal pinisi berada di rumah pribadi Adipati Klemantan di Samarinda,” kata Calid.

“Aku akan pergi sendiri ke Samarinda.” Eran tetap pada rencananya untuk menyelamatkan kepala kapal sehingga dirinya akan berpisah dari sana.

“Tidak, kamu jangan pergi sendiri,” cegah Isogi. “Galigo akan menemanimu.”

“Tapi Isogi?!” Galigo menyanggah.

“Aku akan pergi bersama yang lainnya, dan kurasa kami cukup tenaga,” jelas Isogi. “Kamu harus membantu Eran.”

“Baiklah.” Galigo mengalah.

“Terima kasih untuk bentuannya.” Eran senang dirinya bisa melakukan misi bersama Galigo, mengingat sejak kecil dirinya selalu bersama anak berambut coklat itu.

“Kalau begitu, kita lakukan sekarang!” Sandanu bersemangat.

Kemudian, mereka pun berpencar. Eran dan Galigo ke arah barat sedangkan yang lainnya ke timur. Misi penyelamatan ini akan menentukan masa depan negeri Dhara yang terancam kehancuran oleh para pemimpinnya sendiri yang dikuasai keserakahan.

***

Sebelum malam datang, Eran berniat untuk sampai di kota Samarinda dan dia memanggil awan berarak untuk mempercepat perjalanannya. Selain itu, rumah pribadi Adipati Klemantan pun masih ditinggal penghuninya sebab mengikuti upacara penguburan ibu suri di Padang Dua Belas.

Kota Samarinda sendiri cukup jauh letaknya dari Padang Dua Belas dan hal ini menjadi kesempatan bagi Eran untuk menyelamatkan kepala kapal pinisi yang bertugas memimpin pelayaran dagang dari negeri Dirga.

Di atas perjalanan awan berarak, Galigo mulai menyadari kehebatan teman kecilnya itu. “Kamu menguasai kekuatan sastra syair yang hebat.” Galigo bisa merasakan kekuatan sastra yang besar dikerahkan.

“Kamu juga, mampu memanggil naga angin dengan syairmu,” balas Eran.

Bertahun-tahun mereka berdua terpisah dan banyak perkembangan terlihat dari diri masing-masing yang semakin beranjak dewasa. Petualangan Galigo mengajarkannya kekuatan dan pelindungan diri yang baik. Berbeda dengan Eran yang hidup di dunia bisnis, dia lebih tajam dalam berpikir dan menentukan arah tujuan yang menguntungkan. Bahkan Eran sendiri, mulai menangkap roman yang membingungkan dari sikap Galigo yang seakan tanpa arah dan tujuan. Namun begitu, Eran harus fokus terlebih dahulu untuk menyelamatkan kepala kapal.

Lihat selengkapnya