Sebelumnya, di dalam istana Kotawaringin menggelar perjamuan makan siang untuk Adipati dari keenam rumpun suku Dayak. Mereka berkumpul dalam perjamuan makan siang di lantai tiga dari rumah lamin utama sambil membicarakan masalah pemerintahan negri Dhara. Di sana juga ada pangeran muda yang masih dan dianggap belum memahami masalah politik.
“Sekarang ibu suri sudah tidak ada,” kata Adipati Ot Danum. “Itah harus menentukan pemimpin negeri ini sekarang juga.”
“Tapi, itah tidak bisa mengangkat pangeran Guan begitu saja,” sahut Adipati Klemantan. “mengingat umurnya masihlah muda dan dia tidak bisa berbicara.”
“Tapi,” Adipati Punan bersanggah. “Pangeran Guan adalah pewaris tahta tunggal negeri Dhara.”
“Mahkota negeri sudah tidak ada, itah harus mengambil keputusan secepatnya untuk hubungan politik luar negeri supaya negeri ini tidak terancam oleh negeri luar,” kata Adipati Apokayan. “Sudah saatnya itah membuat peraturan baru.”
“Tidak bisa, kitab pusaka masih tersembunyi dan itah tidak bisa mengubah peraturan lama.” Adipati Punan tahu yang sebenarnya dan mengenai tujuan mereka.
Adipati Murut pun tidak ingin ketinggalan memberikan masukan. “Benar kata Adipati Apokayan, negeri Dirga sudah mengirimkan para pedagang sebagai mata-mata dan mereka bisa saja melakukan penyerangan mendadak untuk merebut wilayah ini.”
“Sekarang itah berkumpul di sini, dan putuskan siapa yang akan menjadi Dharadev kelima negeri Dhara dan membagi tanah Dayak yang luas ini sesuai wilayah rumpun,” kata Adipati Iban.
“Bagaimana Adipati Punan?” tanya Adipati Ot Danum.
Adipati Punan mengetahui bahwa mereka sudah mengatur sebuah rencana, dan sebisa mungkin dirinya tidak terjebak oleh mereka. Bisa ditebak, bahwa mereka akan mengangkat Adipati Ot Danum sebagai Dharadev kelima, dan mereka dijanjikan untuk pembagian wilayah pembangunan tanah negeri dan hal ini bisa membelah pecah tanah Dayak.
Adipati Punan mendapatkan informasi bahwa Adipati Ot Danum menugaskan Adipati Klemantan untuk menawan Tuan Halu Oleo sebagai duta perdagangan negeri Dirga. Dengan sandra itu, mereka bisa meminta pejabat ekonomi negeri Dirga memberikan bantuan dana untuk pembangunan karena Halu Oleo adalah orang penting dalam jalur perdagangan bagi negeri Dirga.
Sebelum Adipati Punan memutuskan, hidangan makan siang tiba. “Sebaiknya itah makan terlebih dulu sebelum merundingkan kembali mengenai pemimpin negeri ini.”
Jamuan makan siang itu diadakan oleh Adipati Punan untuk gelar upacara penyambutan pangeran Guan Bakena yang kembali ke istana. Selama ini pangeran Guan menjalani belajar kehidupan di suatu tempat.
Selama makan siang, semua orang khusu menikmati hidangan hingga di tengah perjamuan itu hal buruk terjadi. Para Adipati mual dan muntah hingga mengeluarkan busa di mulutnya.
“Sial, ikau meracuni kami,” teriak Adipati Klemantan.
“Terkutuk ikau….” Adipati Apokayan terjatuh dan disusul oleh Adipati Iban dan Adipati Murut.
Adipati Punan tercengang melihat kejadian ini. Di depannya Adipati Ot Danum tersenyum menang. “Apa yang sudah ikau lakukan?”
Di samping itu, pangeran Guan masih terdiam. Entah apa yang terjadi dengan dirinya. Sejak kembali ke istana Kotawaringin, dia tidak banyak berbuat sesuatu.
“Di sini hanya ada itah,” kata Adipati Ot Danum. “Perjamuan ini adalah acara ketun dan yaku belum mencicipi sesuap pun makanan ini.”
“IKAU...” teriak Adipati Punan murka.
“TABIB…” Adipati Ot Danum memanggil tabib dan mengatakan suatu kebohongan.
Tabib pun memeriksa para Adipati dan dinyatakan mereka tewas keracunan makanan. Dan yang disalahkan untuk kejadian ini adalah Adipati Punan dan pangeran Guan. Semua yang sudah direncanakan, biro kepolisian pun langsung datang dan menangkap mereka.