GALUH

Prayogo Anggoro
Chapter #73

S2. Ketulusan

Isogi berjalan untuk mengantar Mutia. Perempuan berkulit hitam manis itu mencoba memahami sikap rekannya dalam mengambil keputusan mengenai perasaan. Tidak ada yang bisa ditangkap oleh Isogi, atau mungkin dirinya saja yang tidak pernah peduli dengan perasaan dan cinta.

Selama hidupnya, Isogi hanya terpaku oleh misi dan misi. Selain diluar misinya, dia sama sekali tidak peduli karena akan menghambat tujuan. Sebab itu, Isogi tidak pernah mudah dalam pergaulan hingga akhirnya bertemu rekan-rekannya yang sekarang.

“Kamu yakin untuk mempertemukan Galigo dan We Cudai?” tanya Isogi.

Mutia menghentikan langkahnya sebelum sampai di meja yang terisi oleh teman-temannya. “Cinta bukan hanya tentang saling memiliki, tapi untuk menghargai dan mengorbankan.”

“Menghargai dan mengorbankan?” Isogi sadar dirinya tidak sama sekali menghargai orang. Pada Boe sendiri, dia bersikap memerintah dan tidak pernah mengorbankan apa pun untuk orang lain. Tidak, sekarang Isogi mulai mengerti arti kebersamaan dan orang yang berharga.

Sewaktu kejadian di tanah Dayak, Isogi merasa terluka ketika Boe harus mengalami hal terburuk dalam hidupnya hingga nyawa sebagai taruhan. Mulai saat ini, Isogi ingin lebih menghargai teman-temannya dan akan melakukan apa pun untuk melindungi mereka. “Kalau begitu, lakukanlah yang seharusnya kamu lakukan.”

Kemudian, keduanya pun mendekati mereka yang berada di meja sebelumnya. Ada Galigo yang duduk di samping Eran dan di depan mereka Sandanu bersama Boe duduk berdampingan. “Boleh aku bicara dengan Galigo?” tanya Mutia mengambil perhatian.

“Bicaralah!” ucap Sandanu mempersilakan.

Mutia duduk bersama Isogi di depan meja itu. “Tidak ada yang akan aku tutupi, di sini kalian adalah temanku semuanya,” kata Mutia. “Kalian tahu aku berkencan dengan Galigo, tapi di tanah Makassar ini aku tidak ingin melukai hati siapa pun dan kamu Sandanu, aku harap kamu bisa mengerti!” Mutia tidak ingin sahabatnya itu salah paham dan nantinya menyalahkan Galigo.

“Sebagai perempuan aku bisa memahami perasaan We Cudai, Galigo katakanlah padanya bahwa kamu menyesal dan jelaskan semua yang telah terjadi.” Mutia berhenti sejenak. “Aku bisa menerima semua keputusanmu nanti.”

“Mutia,” sahut Galigo. “Aku adalah kekasihmu dan tidak akan pernah meninggalkanmu.”

“Jika iya, jelaskanlah pada We Cudai tanpa harus melukainya.”

“Bagaimana bisa aku lakukan itu tanpa melukainya?”

“Aku tidak tahu, tapi hanya hatimu yang memahaminya,” ujar Mutia. “Bukankah kamu mengenalnya waktu kecil?”

Meskipun hatinya bimbang, Galigo mencoba mengambil keputusan. “Baiklah!” Galigo yakin karena dia percaya pada Mutia.

“Tadi pagi aku melihat We Cudai pergi entah ke mana.”

“Aku tahu,” sambung Eran. “Dia pasti berdoa di depan kuburan ibu panti di pinggir irigasi.”

Lihat selengkapnya