Dari pulau Selayar, menuju pelabuhan besar negeri Dirga di tanah Sulawesi tanpa memakan waktu lama. Saat senja mulai menepi kapal pinisi telah berlabuh. Di kota pelabuhan yang ramai ini, merupakan pusat pedagang dari berbagai tanah negeri yang sering berlayar menuju Borneo dan Andalas.
Tuan Halu Oleo pun mengajak rekan-rekan Eran untuk menginap di kantor cabang pelayaran dermaga. Beliau juga akan meminta izin untuk cuti berlayar sebab ada kepentingan kepada mentri perdagangan yang kini berada di pusat kerajaan. Jadi, Sandanu dan teman-temannya pun bisa ikut tuan Halu Oleo menuju tanah Bugis.
Dan keesokan paginya, perjalanan dimulai dengan menyewa dua kereta babirusa seharga delapan benggol menuju tanah Toraja. “Hhe... inikah yang namanya babirusa?” Sandanu berdiri di depan binatang yang menurutnya aneh. Binatang ini berbulu dan memiliki taring yang tumbuh dari rahang atas menembus hidung dan melengkung, dikenal sebagai binatang tercepat di negeri Dirga.
“Aku rasa jadi tidak berminat makan daging babi,” ucap Boe.
“Tapi kita memang bukan untuk makan melainkan melakukan perjalanan,” sahut Galigo sambil menarik tangan Mutia untuk naik kereta babirusa.
Kereta babirusa sendiri memiliki muatan hingga empat penumpang dengan satu pengemudi yang menjalankan dua babirusa untuk menariknya. Sandanu dan Boe ikut dalam kereta yang Galigo naiki, sedangkan Isogi bersama Eran dan Tuan Halu Oleo di kereta yang lainnya.
Selanjutnya, perjalanan dengan kereta babirusa dimulai meninggalkan kota pelabuhan yang diawasi langsung oleh pusat kerajaan negeri Dirga dan bebas dari pihak tanah negeri. Dari kota pelabuhan, mereka menuju ke arah timur menaiki pegunungan hijau yang indah dan menyejukkan.
Perjalanan berkali-kali menanjak dan terus menanjak, untungnya binatang babirusa adalah binatang yang kuat pula untuk perjalanan berat ini. Udara pun semakin atas, semakin dingin dan kabut awan membuat pandangan semakin kabur. Pohon-pohon cemara berjajar indah dan di antara lembah bunga-bunga edelweis berbunga. Perjalanan tetap aman dan tidak bahaya tapi tanda sudah dekat ke suatu tanah negeri.
“Kita di mana ini?” tanya Mutia.
“Sebentar lagi kita akan sampai tujuan di tanah Toraja,” ucap pengemudi kereta babirussa.
Di ufuk barat senja menggurat dan hamparan awan terbentang di sisi kanan jalan besar menuju tanah Toraja. Indahnya sore itu, seakan mengangkat mereka menuju puncak dunia di atas awan. Bahkan kabut awan yang tebal pun membuat bukit hijau di sebelah kiri berselimut tipis awan-awan yang berarak.
Hingga saat malam jatuh, bintang-bintang bersinar lebih dekat memanjakan mata yang memandang. Dan gerbang selamat datang tanah Toraja menyambut kedatangan mereka dengan gemerlap cahaya penerang malam yang berkerlap-kerlip.
Mutia tidak tahu apa nama penerang di tanah Toraja yang menghiasi rumah-rumah megah penduduknya. Rumah tongkonan namanya, sebuah arsitektur rumah panggung dengan atap bagaikan kapal yang menghadap utara. Ini mengingatkan Mutia dengan rumah gadang di tanah Minangkabau, hanya saja tidak seperti atap gonjang yang runcing.
Rumah tongkonan memiliki atap melengkung bagaikan perahu dari susunan bambu dan selalu ada kepala kerbau di depan tongkonan. Sebagai rumah panggung, tiang penyangga tidak ditanam ke dalam tanah melainkan diletakan di atas batu yang menjadi pondasi. Menyangga bagian dinding dan lantai dari papan yang tersusun rapi menggunakan ikat rotan atau pasak kayu sebagai pengunci.
“Kita akan menginap di sini,” ucap Eran saat kereta babirusa berhenti di depan sebuah penginapan.
Kemudian mereka semua turun dan memang, kereta babirusa sendiri hanya bisa mengantar mereka sampai tanah Toraja dan akan kembali ke kota pelabuhan di bawah kaki pegunungan Lolai ini.
Rumah penginapan sendiri merupakan rumah tongkonan khusus yang disebut tongkonan batu. Jadi mereka akan menyewa satu rumah tongkonan sekaligus. “Akhirnya badanku bisa istirahat dari goncangan kereta babirusa.” Sandanu terlihat langsung merebahkan diri di atas ranjang.
“Aku sendiri tidak menduga kalau babirusa larinya kencang, untung saja perjalanan tidak ada tikungan tajam,” ucap Boe.