GALUH

Prayogo Anggoro
Chapter #76

S2. Kabar Buruk

Setelah ritual menene berakhir sebagai wujud penghormatan kepada roh leluhur dan kerabat yang telah meninggal dunia, di malam hari yang bertaburkan bintang seluruh penduduk Toraja berbondong-bondong ke alun-alun dan memenuhi jalan-jalan besar. Pohon-pohon cemara dihiasi kerlipan penerang menambahkan keindahan. Inilah saatnya upacara Ma’bugi berlangsung sebagai wujud syukur hasil panen yang melimpah dari ladang-ladang mereka.

Eran pun mengajak teman-temannya ke alun-alun tanah Toraja saat orang-orang menerbangkan lampion setelah matahari tenggelam. Pemandangan pun sangat menakjubkan dengan mega mendung dan hamparan awan yang mengambang.

Terlihat Isogi mengenakan baju kandore berwarna hitam dengan hiasan manik-manik di bagian dada, ikat pinggang dan ikat kepala, sementara itu Mutia mengenakan baju pokko berwarna kuning yang juga berhias manik-manik. Galigo, Sandanu, Boe dan Era, mereka mengenakan baju yang sama dari jenis sepa tallung buku berwarna oranye. Mereka mengenakan baju adat Toraja seperti penduduk di sana.

 “Indah sekali,” ucap Mutia yang berdiri bergandengan tangan dengan Galigo.

Galigo tersenyum melirik wajah Mutia yang amat tenang melihat indahnya langit petang berhias lampion-lampion berterbangan. “Dan pemandangan yang paling indah adalah senyuman di wajahmu.”

Di tengah kerumunan orang, Galigo mencium lembut kening Mutia dan seketika gadis tanah Aceh itu tersipu malu. Di sampingnya, Sandanu sempat melihat tapi Boe menarik lengannya agar tidak mengganggu sepasang kekasih itu.

Setelah itu, penduduk tanah Toraja pun menggelar festival budaya. Pagelaran tari pun dimulai dengan tarian marendeng marapa sebagai tarian semangat dan kebanggaan pemuda pemudi Toraja. Tarian itu pun diiringi dengan alat musik keso-keso yang digesek, genderang toraja yang ditabuh, dan juga musik dari bambu yang disebut Pa’Bas.

Sebagai orang Toraja, Eran pun semangat mengikuti gerak tarian yang memiliki banyak variasi, lompatan dan teriakan. Hal itu juga, menarik Sandanu dan teman-temannya untuk mengikuti. Selanjutnya, mendekati tengah malam orang-orang berkerumun melakukan “Nondo” membentuk lingkaran sambil mengaitkan tangan dan menyanyikan ucapan syukur terhadap Puang Matua.

Kemeriahan dan keceriaan penduduk tanah Toraja tergambar di seluruh tempat. Semua bersuka cita dan pemuda-pemuda berkumpul meminum tuak. Mereka bernyanyi memainkan alat musik dan menari-nari.

Di samping menikmati acara Ma’bugi, tuan Halu Oleo kembali setelah dari keraton Bone. Di penginapan, anak-anak muda sedang berkumpul setelah kembali dari alun-alun untuk mendengarkan kabar yang dibawa oleh ketua kapal itu.

“Benar kabar bahwa ketua suku Toraja tidak ada di tempatnya, beliau menuju istana Luwuk memenuhi panggilan yang mulia Dirgadev sebagai salah satu anggota Asthabuddhi,” ucap tuan Halu Oleo.

“Apa itu Asthabuddhi?” tanya Sandanu.

“Di negeri Dirga ada sistem pemerintahan sebagai pelindung yang memiliki pengaruh budaya besar bagi negeri Dirga dari delapan arah mata angin dan mereka disebut Asthabuddhi atau delapan budayawan, tanah Toraja sendiri mewakili pelindung budaya dari arah barat laut,” sahut Eran menjawab pertanyaan Sandanu.

Lihat selengkapnya