Matahari telah berada di atas kepala. Penduduk kota Luwuk sibuk dengan aktivitasnya masing-masing, perdagangan, hiburan dan bersosialisasi dalam pergaulan. Cuaca terlihat bersahabat dalam cengkraman kehidupan mereka. Tidak ada yang mengetahui mengenai yang terjadi di dalam istana kerajaan karena hal itu adalah rahasia bagi kalangan tertentu.
Di rumah saoraja mentri Karaeng dijaga ketat oleh prajurit karena dikhawatirkan kedatangan mereka yang semalam membuat kerusuhan kembali ke sana. Terlihat mentri Karaeng berdiri di dekat jendela melihat istana Luwuk yang terlihat agung dalam ketenangannya, tapi dia mengetahui bahwa ketiga anggota Arakar telah pergi menuju istana itu.
Mereka yang datang tanpa diundang, kehadirannya pun melalui jalan yang tentunya tidak diperkirakan. Di bawah sinar terik matahari yang menyengat, terlihat tiga orang yang memakai jubah hitam bertutup kepala dengan lambang bintang merah yang memiliki simbol rasi bintang berbeda di bagian punggung namun sama di bagian depan dada kanan, tiga bintang yang sebenarnya melengkung. Keberadaan mereka di atas atap istana Luwuk tidak terdeteksi kehadirannya karena mantra dari batu mutiara sudut pandang milik mentri Karaeng masih aktif melindungi keberadaan mereka.
“Kemurnian alam yang mengambang melindungi kehidupan, udara-udara bercampur dalam keterikatan, batu selong bersinar….” Sambil berjongkok Scorpio mengucapkan lirik syair dengan tangan kanan di dekatkan wajahnya dan batu selong berwarna kuning di jari telunjuk mengeluarkan cahaya. “Sarin.” Kemudian jari tangannya itu diletakan ke dinding atap istana.
Capricorn dan Gemini yang berdiri di belakangnya tahu apa yang dilakukan oleh ketua misinya ini. Dengan syair Sarin, Scorpio berniat memasukan gas beracun ke dalam ruangan di bawahnya untuk menggagalkan upacara ritual pemecahan kekuatan dari mahkota elemen udara.
Scorpion memusatkan pikirannya untuk melihat ke dalam ruangan dari hembusan gas beracun dan memastikan kedelapan suku mata angin di dalamnya telah berhasil dia lumpuhkan. “Sekarang kita bisa mengambil mahkota elemen udara.” Scorpion berdiri.
“Demi Tuhan Lausala yang berkuasa atas kematian,” Capricorn tersenyum dan batu akik di jari kelingking kirinya bersinar. “Batu manila anggur bersinar… hempasan angin.”
Serangan angin yang berbentuk sabit menghancurkan dinding atap istana. Mereka bertiga segara masuk ke dalam ruangan untuk mengambil mahkota elemen udara sebelum pasukan militer datang karena dipastikan kedatangan mereka bisa diketahui, sebab mantra dari mentri Karaeng tidak lagi berfungsi sejak Scorpio menggunakan kekuatan dari aliran sastranya.
Mahkota yang berada di udara terjatuh dan langsung ditangkap oleh Scorpio. “Mahkota elemen udara telah kita dapatkan,” ucapnya sambil menghilangkan gas beracun dari pengendalian batu akiknya.
Ketika gas beracun hilang, Scorpio tidak menduga masih ada seorang yang mampu berdiri. Padahal Asthabuddhi yang kabarnya menguasai kekuatan sastra tingkat tinggi, khodam tidak bisa bertahan dari serangannya. Dia seseorang yang berpenampilan dua gender.
“Ternyata masih ada yang mampu bertahan dari gas beracunmu, ketua Scorpio,” kata Capricorn.
Gemini terkejut melihat orang itu. “Yang benar saja, dia seorang Bissu sebagai manusia yang disucikan di tanah Bungis.”
“Siapa paraikatte?” Bissu marah karena ada orang yang berhasil menggagalkan upacara ritual yang dipimpinnya.
Kemudian, mereka bertiga membuka penutup kepala untuk memperkenalkan diri. “Kami adalah Arakar, para pengendali batu akik bintang kelahiran.”
Bissu terkejut melihat mereka dengan jelas berpenampilan seperti orang-orang dari organisasi misterius yang ditakuti oleh dunia. “Kembalikan mahkota negeri Dirga itu.”
“Demi tiga Tuhan, Tidak semudah itu,” sahut Capricorn. “Kami sudah mendapatkannya dan kami tidak akan membiarkan orang lain merebutnya kembali.”
“Gemini,” panggil Scorpio.