Di saat Scorpio menghadapi Dirgadev Manurung di atas mata air Luwuk, jauh di hutan batu Gemini kedatangan tamunya. Mereka sekelompok anak yang datang menggunakan naga langit berwarna putih. Sepertinya, satu di antara mereka pengendali berelemen udara dan bisa mendeteksi keberadaan Gemini yang memiliki aura dingin di udara.
Naga langit mendarat di depan Gemini dan tiga orang turun dari punggungnya. Tidak lama kemudian sang naga langit kembali ke dunia roh batu akik. Satu anak laki-laki berambut coklat mengenakan kemeja lengan panjang dengan kerah tertutup dan celana panjang hitam. Satu gadis berambut marun sebahu yang terpotong tidak rata dengan penampilannya mengenakan baju kuning biru dan rok mini warna biru lebih tua. Dan satu lagi perempuan berkulit hitam manis memakai celana pendek seatas lutut dan berjaket bulu yang tidak tertutup hingga memperlihatkan kaus hitam di dalamnya. Panjang jaket itu melewati batas celana pendeknya.
“Tunggu,” Gemini memperhatikan mereka. “Kau, bukankah gadis yang telah mengalahkan Aquarius seorang diri dan mencairkan istana Dhamna yang membeku?”
Gemini bisa memastikan bahwa mereka adalah anak-anak yang bertarung dengan tim Aquarius di istana Dhamna. Gemini telah diceritakan oleh Libra sebelum upacara pembukuan sastra mahkota elemen air di markas tersembunyi mereka.
Mutia yang mendengar bahwa dirinya seakan telah dikenal oleh anggota Arakar merasa takut. Mutia ingat bahwa dirinya tidak melakukan apa pun, justru Aquarius yang mengorbankan diri untuk Mutia.
Saat melihat wajah Mutia yang gentar, Gemini menjadi ragu. “Sepertinya kau tidak sehebat yang diceritakan oleh Libra.” Dilihatnya, Mutia memegang tangan Galigo dengan gemetar.
“Aku… tidak melakukan apa-apa,” bisik Mutia.
Galigo bisa mengerti bahwa gadis tanah Aceh itu ketakutan. Dia juga tahu bahwa wanita Arakar itu adalah anggota yang menggunakan mantra aneh dan telah mencuri bayangan Upe, si bissu yang tanpa mereka ketahui telah tiada tanpa meninggalkan jejaknya.
“Aku akan selalu ada di sisimu.” Galigo meneguhkan Mutia untuk berani menghadapi musuh bersamanya.
Gemini pun menjadi curiga saat Mutia memegang tangan Galigo dan Galigo mencoba melindunginya. “Cinta?” ucap Gemini. “Apa kalian berdua berpacaran?”
Galigo terkejut dengan pertanyaan yang tiba-tiba mengenai hatinya. Gemini telah berhasil membuat Galigo kikuk. “Apa yang kamu bicarakan?”
Gemini terkekeh iri. “Masa muda yang penuh cinta, benar-benar ada cinta yang berbunga…” Gemini menjadi melankolis. “Oh cinta, kau ada di setiap hati manusia. Mereka memujamu dalam kalimat indah dan menggoda.”
Isogi yang berdiri tanpa dilirik oleh Gemini merasa heran dengan satu orang itu. Gemini seakan menggoda Galigo dan Mutia yang seolah baginya telah membuat dia terluka dan iri hati melihatnya. Dan ada yang aneh dengan sikap wanita berkuncir dua di belakang telinga seperti ekor bebek.
“Cinta…? Ada kalanya akan datang ujian untuk melihat seberapa dalamnya cinta.” Suara Gemini menjadi penuh kebencian. “Dan akankah kesetiaan melindungi kalian…?”
Gemini menjulurkan tangannya yang tersemat batu akik di jari. “Permata yang tersembunyi dari dasar jiwa yang abadi… batu mutiara bersinar….” Cahaya putih terang mendekat ke arah Galigo. “FATAMORGANA.”
Seketika tubuh Galigo melayang ke udara dan anak laki-laki itu kehilangan kesadarannya. Mutia tidak bisa menyelematkan Galigo. “Galigo?” Mutia melirik Gemini. “Apa yang sudah kamu lakukan padanya?”