GALUH

Prayogo Anggoro
Chapter #94

S2. Ujian Cinta

Galigo tidak bisa menghindari serangan syair fatamorgana, seketika tubuhnya terhempas ke udara, melayang dan kesadarannya menghilang, memasuki alam yang berbeda. Sebuah dunia yang tidak nyata, dunia yang mengekang jiwanya dan menjebak dengan ketakutan yang melumpuhkan.

Langit terlihat berdarah dengan awan yang merona. Tanah lapang yang gersang seperti gurun Wentira, hanya saja udara terasa lebih dingin. “Di mana aku?” Galigo memperhatikan sekeliling.

Melihat kejauhan yang remang-remang merubah tempat menjadi seperti Galigo kenal. Langit menjadi gelap bagaikan malam karena bintang bertaburan. Di depannya terhampar kolam yang berselimut banyak kunang-kunang. Sekelilingnya jamur-jamur menyala menambahkan keindahan.

“Galigo!” Di tengah kolam itu terlihat sesosok gadis lugu berambut keriting menggantung. Dia berada di atas rakit bambu.

Galigo merasa tersesat lagi di tanah Kubu, dia sama sekali tidak menyadari. Perasaannya aneh seakan ini adalah tempat yang sebenarnya dia tuju. Dari tengah kolam, Sika mendayung rakitnya untuk mendekati Galigo.

Gadis tanah Kubu itu tersenyum bahagia. “Akhirnya kau telah kembali, sudah lama kumenantimu di sini.”

“Sika.” Galigo meragu. “Sebenarnya apa yang telah terjadi?”

Sika menuntun Galigo untuk naik rakit bersamanya. “Kau terlalu lama pergi, sekarang di sinilah tempatmu pulang.”

“Benarkah?”

Sika mengangguk. Gadis tanah Kubu itu mengambil batang bambu untuk mendayung rakit kembali. Galigo merasa ada yang aneh, dia seakan telah mengenal lama gadis ini dan sekarang Galigo merindukannya. Diraihnya bambu dari genggaman Sika dan mereka mendayung bersama.

Galigo merasa bahagia seakan dunia ini hanya milik mereka berdua. Kunang-kunang yang terbang di udara membuat Galigo merasa betah bersama Sika. Rakit pun berhenti di tengah kolam, mereka menikmati malam dengan damai.

Sika terduduk di rakit yang tertata rapat hingga air tidak bisa membasahi yang berdiri di atasnya, sementara itu Galigo membaringkan dirinya di atas pangkuan Sika. Dia merasa nyaman seakan pernah tinggal lama dengan Sika. Gadis itu pun membelai lembut rambut Galigo seperti anak kecil.

“Tidurlah…. Kau terlalu lama pengembara,” ucap Sika. “Aku akan selalu ada di dekatmu dan menjagamu.”

Galigo merasakan kehangatan dalam jiwanya. “Aku tidak akan pergi lagi, tapi akan tinggal bersamamu di sini.”

Sika tersenyum bahagia, dia pun mencium kening Galigo. “Kumencintaimu.”

Sebuah kecupan yang terasa dingin, Galigo langsung bangun dari atas pangkuan Sika. Galigo sadar bahwa seharusnya dia tidak berada di tempat ini, Galigo harus pergi karena ini bukanlah tempat baginya untuk pulang.

“Ada apa?” tanya Sika.

“Aku tidak bisa tinggal di sini lagi,” kata Galigo.

“Kau baru pulang, mengapa ingin cepat pergi lagi?”

“Tidak seharusnya aku ada di sini,” ucap Galigo sambil mengingat yang sebelumnya terjadi. Galigo teringat Mutia, hanya gadis tanah Aceh itulah yang dia cintai. “Dia dalam kesulitan, aku harus menolongnya.”

“Dia siapa?”

“Dia orang yang aku cintai.”

“Bohong,” hardik Sika. “Yang kau cintai hanya aku, tidak ada yang lainnya. Kita akan hidup bersama dan bahagia di sini selamanya.”

“Tidak!” Sebuah memori kembali merasuki ingatan, Galigo menyusun kembali kenangan, dan hal yang ini bukanlah kenyataan. “Kamu bukanlah Sika yang nyata, cucu ketua suku tanah Kubu telah membiarkanku pergi.”

Lihat selengkapnya