Kembali ke beberapa kejadian sebelumnya. Ketika Scorpio berhasil mengalahkan Dirgadev Manurung hingga tubuhnya yang tidak tersadarkan diri jatuh ke dalam mata air Luwuk, ada seseorang yang menyelamatkan Dirgadev kedua itu.
Kemudian, setelah Asthabuddhi memusnahkan tubuh Scorpio dengan kekuatan gabungan badai bintang, mereka mencari Dirgadev Manurung ke dalam dasar mata air Luwuk.
Seseorang yang menyelamatkan Dirgadev Manurung dan tidak ingin diketahui identitasnya, dia meletakkan tubuh Dirgadev kedua negeri Dirga di atas sebuah kerang yang terbuka. Budayawan Minahasa yang melihatnya pun membawanya ke daratan.
“Semoga mannge (ayah) baik-baik saja,” ucapnya dan dia yang hidup sebagai penunggu mata air Luwuk tidak akan membantunya lebih jauh lagi karena percaya bahwa akan ada orang yang sanggup menyelamatkan hidup Dirgadev Manurung.
Tetapi dari dasar mata air Luwuk, dia merasa khawatir karena ada yang aneh dengan daerah oasis ini. Dia mencari tahu dan melihat masih ada satu anggota Arakar yang hidup dan menggunakan kekuatan khodamnya menciptakan gas rumah kaca yang membuat udara di oasis meningkat panas.
“Saya harus menolong mereka, mannge bagaimana ini?” Di dalam air dia merasa bimbang.
Dia terus memperhatikan keadaan di darat hingga mendengar ucapan doa dari Ratulangi sebagai kalimat terakhir yang dia dengar di oasis yang sedang sekarat. Akhirnya, dia pun bertekad untuk mengakhiri penderitaan mereka dan mengabulkan doa sebagai perantara dari dewa.
“Dengan skala mohs, batu yang berasal dari mata air, sinarnya memberikan kesegaran jiwa. Aku panggil roh bintang batu mutiara mata air….. ANTLIA.”
Dia pun berubah dalam balutan baju zirah dari kekuatan sastra khodam. “AIR MANCUR…” Dia pun menggunakan mata air Luwuk untuk menyejukkan udara dan menghancurkan rumah kaca.
Di atas permukaan mata air Luwuk dia berdiri melihat Scorpio di tepi mata air. “Siapa di sana?”
Suara Scorpio yang merambat di udara mampu dia dengan, dia pun menjawabnya. “Saya pangeran Daeng Mattawang, putra bungsu dari Dirgadev Manurung.”