“Putri...Bangun! Ini sudah pagi!” terdengar suara yang masuk kedalam benak Putri, saat Ia sedang tertidur diatas kasurnya. Putri lalu membuka mata dan mendapati seorang dayang sedang membangunkanya.
“Baik, Bi Rusmi!” Sambil berusaha untuk bangkit.
Lalu dayang yang dipanggil Bi Rusmi ini, memadamkan satu-persatu api pada damar yang menyebar di ruangan kamar Putri yang luas itu. “Apa semalam tidur Anda nyenyak, Putri?” Tanya Bi Rusmi, yang sekarang sedang berganti merapikan selimut di ranjang Putri.
Putri tidak langsung menjawab, Ia melamun mengingat kejadian semalam yang dilaluinya bersama Galuh yang entah memakan waktu sampai berapa lama, sampai Ia hampir lupa untuk tidur diranjangnya. “Cukup kok, Bi Rusmi!” Bohongnya, padahal Ia masih sangat mengantuk.
Bi Rusmi tersenyum, “Itu bagus.”
Sebenarnya Bi Rusmi sangat tahu, kalau Putri sedang dalam keadaan mengantuk. Beliau sudah sangat faham kalau Putri punya kebiasaan susah tidur dimalam hari, karena Bi Rusmi adalah dayang yang mengurus Putri dari kecil. Bi Rusmi hanya melakukan tugasnya untuk membangunkan Putri, karena mengingat aturan istana yang melarang siapapun untuk bangun siang. Apalagi itu adalah putri kerajaan.
Putri lalu turun dari ranjangnya, Ia lalu memakai sendal yang telah disediakan Bi Rusmi di bawah ranjang. Selendang merah yang sebelumnya tergeletak membantu Putri untuk berdiri, karena saat ini Putri masih belum menemukan kesadaranya secara penuh.
“Bi, apa hari ini ada sesuatu yang penting?” Tanya Putri, sambil berjalan kearah meja cermin untuk merapikan rambutnya.
Sementara Bi Rusmi masih terlihat membersihkan kamar. “Hari ini ada kelompok Penjahit kerajaan yang akan datang kesini, Putri!”
Mendengar itu, Putri langsung terlihat murung. “Jadi akhirnya, itu semakin dekat ya.” Putri bicara pada dirinya sendiri.
“Setiap Manusia yang dilahirkan di dunia ini pasti mempunyai takdirnya sendiri, Putri! Dan takdir Anda sudah dituliskan untuk meneruskan tahta kerajaan ini, supaya tidak jatuh atau terpencar.” Bi Rusmi melanjutkan kegiatan membersihkan kamar kembali, “Hanya itu yang bisa Bi Rusmi katakan pada Putri, Bi Rusmi tidak bisa membantu apa-apa lagi.”
Putri masih melamun, “Aku mengerti, Bi Rusmi!” Ia lalu membuat senyuman yang terpaksa.
Bi Rusmi berjalan menghampiri Putri, “Kalau begitu, Bi Rusmi antar Putri ke tempat pemandian. Sekarang air panasnya mungkin sudah siap.”
Putri mengiyakan dengan mengangguk.
Di dalam tempat pemandian, Putri yang memakai kemben sedang dimandikan oleh beberapa dayang didepan sebuah kolam yang diatasnya terdapat banyak kelopak bunga berbagai warna, yang berfungsi sebagai pengharum. Beberapa dayang mengambil air dari kolam itu dengan menggunakan centong, lalu menyiramkanya ke tubuh Putri dari mulai atas kepala terlebih dahulu.
Putri memejamkan mata, saat aliran air sedang mengalir di wajahnya. Beberapa kelopak bunga yang tidak ikut tersapu air masih tersisa di wajahnya. Kulit putih bersih yang jarang terkena sinaran matahari itu, saat ini sedang menerima perawatan paling mewah pada masanya. Dengan semua dayang yang setia dan juga bunga segar yang setiap hari berganti, mustahil bagi dirinya untuk tidak terlihat menawan setelah keluar dari tempat itu.
Sayangnya itu semua tidak bisa menghadirkan sedikitpun senyuman bagi sang Putri, yang kebahagiaanya sedang berada di tempat lain, yang itu entah dimana tidak ada seorangpun yang tahu. Bahkan saat itu, fikiran Putri mulai liar dengan membayangkan Galuh berada disana, bersembunyi untuk mengintipnya dari jauh. Seperti yang sudah pernah terjadi sebelumnya.
Rasa kesepian yang dialaminya, menuntun fikiranya untuk sedikit berimajinasi dan membayangkan hal diluar nalar.
“Prak!” Sebuah suara muncul dari kejauhan. Nampaknya itu adalah sebuah kendi atau benda yang terbuat dari tanah liat yang tidak sengaja terpecah.
Semua dayang menjadi panik. Berbeda terbalik dengan Putri yang malah tersenyum, dengan masih mengharapkan itu adalah Galuh yang datang menemuinya.
Salah seorang dayang mengecek ke arah sumber suara, yang berada diantara dinding sekat anyaman bambu tidak jauh darisana. “Ternyata hanya seekor kucing.” Tuturnya, dengan perasaan lega. Kemudian kucing yang diceritakan berlari dari persembunyianya, untuk bermaksud lari dari tanggung jawab. Dayang itu hanya membiarkanya saja, tanpa bermaksud meminta tanggung jawab apalagi menuntut.
Semua dayang menjadi lega, karena saat ini mereka sedang dalam keadaan hampir telanjang. Satu-satunya yang kecewa dari kejadian itu, adalah sang Putri sendiri.