“Apa pekerjaanmu sehari-hari, Galuh?” Perdana Menteri mulai menanyakan pertanyaan yang bisa mendesak Galuh.
Putri mencoba menjawabnya, “Galuh adalah seorang...”
Perdana menteri menghentikan penjelasan Putri dengan isyarat tangan, karena Ia ingin mendengar jawaban dari mulut Galuh secara langsung. Putri langsung menunduk dan terdiam.
Suasana berubah menjadi tegang, “Aku bekerja untuk Perkumpulan Persaudaraan Kota dan Tanah Tarum.” Galuh menjawab pertanyaan itu dengan lancar.
Perdana menteri mengubah ekspresinya menjadi riang, bermaksud mencairkan suasana. “Oh! Apa ini ada hubunganya dengan pertemuan lima tahunan antara Lirbaya dan Tarum?”
Galuh juga membalas pertanyaan itu dengan riang, “ Tentusaja, Aku datang lebih dulu sebagai perwakilan mereka. Dan juga, sekalian untuk mencari informasi keadaan Ibukota Lirbaya ini.”
Mereka berdua saling melempar senyuman, “Tapi bukankah seharusnya Kamu menghadap dahulu padaku yang bertugas sebagai Perdana Menteri ini?” Perdana Menteri kembali menekan Galuh, yang masih memberikan pertanyaan dengan ekspresi riang. Meski mulut dan sorot matanya berkebalikan sangat jauh.
“Itu adalah kesalahan hamba, paduka Perdana Menteri! Hamba mengira kalau kekuasaan Lirbaya masih dipegang oleh keluarga kerajaan yang sah, dalam hal ini Putri Lembayung.” Galuh juga memakai ekspresi yang sama dengan Perdana Menteri, yaitu tersenyum sambil menatap dengan sorot mata yang tajam.
Suasana kembali menjadi tegang. Kali ini beberapa pengawal yang berada di belakang Perdana Menteri, mulai menyiapkan tangan mereka memegang gagang pedang yang tersarung di pinggang masing-masing. Galuh juga mempersiapkan tangan kananya searah dengan gagang golok yang tersarung dibelakang tubuhnya, untuk berjaga jikalau anak buah Perdana Menteri mulai melakukan serangan padanya.
Putri yang tadinya sempat lega sekarang kembali merasakan rasa khawatir, karena bisa saja pertarungan terjadi dan pecah disana. Meski sebenarnya Ia bisa melindungi diri menggunakan selendang merahnya, tapi tetap saja Ia tidak menginginkan pertarungan terjadi. Karena Ia tidak menginginkan siapapun terluka. Meski saat ini Ia tidak bisa melakukan apapun untuk mencegah pertarungan, atau membuat suasana menjadi lebih baik. Karena budaya patriarki saat itu masih sangat tinggi.
Di tengah suasana itu, dari arah datang Perdana Menteri muncul seorang prajurit yang berjalan dengan terburu-buru. Ia lalu menghadap Perdana Menteri dengan menundukan badanya.
Prajurit ini melirik kearah Putri dan Galuh secara cepat, ketika Ia sedang menunduk. “Paduka! Ada berita penting yang harus Saya Laporkan!” Ia tidak langsung memberikan isi laporanya, karena disana ada Putri dan juga Galuh. Nampaknya berita yang disampaikan bersifat rahasia.
“Langsung saja sampaikan sekarang juga!” Perdana menteri mengira kalau berita yang akan disampaikan tidak terlalu penting.
Prajurit itu terlihat ragu, “Baik, Paduka! Hamba mendapat laporan kalau penjara Kambangan telah diserang dan banyak tahanan telah kabur, Paduka!”
Semua orang yang berada disana kecuali Galuh, terkejut dengan berita itu. Khususnya Perdana Menteri, yang bukan hanya terkejut tapi dia juga menunjukan sedikit gemetar yang ditunjukan oleh tanganya.
“Jelaskan detailnya nanti!” Perdana Menteri menghentikan informasi dari Prajurit itu, supaya tidak didengar oleh Putri dan juga orang luar seperti Galuh. Perdana Menteri lalu berniat pergi, “Sayangnya Kita harus menghentikan pertemuan ini, Galuh!”
Galuh yang menjadi satu-satunya orang yang tidak terpengaruh oleh berita tadi, malah menunjukan sikap santai seperti tidak terjadi apapun. “Hamba mengerti. Ini karena Paduka Perdana Menteri sedang banyak pekerjaan yang harus diurus.” Galuh menyampaikan ini dengan bermaksud sarkas.
Perdana Menteri menangkap sarkas itu, tapi Ia tidak terpancing dan berusaha untuk tetap tampil elegan. “Kamu juga, semoga beruntung dengan pekerjaanmu!” Tatapan Perdana Menteri langsung mengarah pada mata Galuh, yang menatap balik dengan tatapan mata yang sama. “Hamba mohon undur diri, Putri!” Sambil sedikit membungkukan badan di depan Putri.
Putri mengangguk. Perdana Menteri lalu membalikan badanya, seluruh Prajurit memberi jalan pada Perdana Menteri sambil berjalan mundur kearah samping, menyisakan jalan yang kosong untuk Perdana Menteri bisa berjalan.
Sebelum berjalan, Perdana Menteri berdiri membelakangi Galuh. “Kita akan bertemu lagi!” Sambil setengah wajahnya menghadap kearah Galuh.
“Hamba sangat menantikanya, Paduka Perdana Menteri!” Galuh membungkukan badanya.
Perdana Menteri membalikan wajahnya kearah depan, Ia lalu berjalan melewati para Prajurit yang sedang membungkuk. Setelah Perdana Menteri melewati Prajurit terakhir, satu-persatu Prajurit membungkukan badanya pada Putri untuk bermaksud undur diri juga. Lalu, taman yang sebelumnya ramai oleh manusia dan hampir terjadi pertumpahan darah, sekarang keadaanya sunyi sepi setelah rombongan Perdana Menteri yang terakhir selesai melewati pintu taman.
Putri seharusnya bisa bernafas lega, karena semua hal buruk yang ada pada bayanganya tidak pernah terjadi. Tapi sekarang Putri menemukan kekhawatiran yang lain, setelah mendengar berita yang diberikan dari Prajurit tadi.
“Jika banyak tahanan politik dan prajurit yang membelanya kabur dari penjara Kambangan, berarti kondisi ibukota Lirbaya sedang dalam bahaya. Karena sebagian besar prajurit Kita sedang berada di garis depan, untuk menghalau serangan dari Jatayu.” Putri mengutarakan kekhawatiranya pada Galuh.
“Berapa lama waktu yang ditempuh dari Kambangan untuk sampai kesini?”