“Aku menghargai keberanianmu!” Galuh berbicara dengan tenang, ketika Reksa berdiri dihadapanya. Karena seperti yang sudah dikatakan secara siratan oleh Putri, Galuh juga mengerti kalau Reksa tidak mungkin bisa mengalahkanya dalam pertarungan satu lawan satu.
“Aku juga mulai meragukan anak buahku, setelah berhadapan denganmu dipertarungan tadi.” Reksa juga menunjukan wajah yang tenang, nampak tak terlihat sedikitpun rasa takut dari dalam dirinya.
“Kalau begitu, kenapa Kau tidak membiarkan Aku pergi saja! Itu nampaknya solusi yang terbaik untuk saat ini. Dan nanti dilain waktu Kita bisa bertemu lagi sambil Kau membawa Prajurit yang sudah menuduhku, Bagaimana?” Galuh menawarkan sebuah kesepakatan untuk mempermudah dan memepersingkat waktu.
Reksa menolak, “Itu tidak bisa Kulakukan! Karena tugasku saat ini adalah menangkapmu.”
“Kau masih akan mencobanya?” Dengan wajah heran, karena semua orang yang ada disana tahu kalau Reksa tidak akan bisa mengalahkanya. “Padahal Kau bisa bilang saja kalau Kau gagal dengan alasan Aku terlalu cepat untukmu, Aku lebih kuat darimu, atau apapun. Aku kira atasanmu pasti akan mengerti!”
Reksa memukulkan ujung tongkat bagian bawahnya pada lantai, sebagai tanda Ia tidak akan mundur. “Sayangnya, aturan Prajurit tidaklah mudah seperti itu.”
“Jadi, menjadi pejabat militer itu sangat berat ya? Aku tidak mengerti, karena Aku hanyalah seorang pendekar biasa.” Galuh masih tidak menunjukan niatnya untuk bertarung. Karena Ia tidak mau melawan orang yang putus asa, yang masih tetap ingin bertarung meski tahu Ia akan kalah.
“Kalau Aku memang ditakdirkan untuk kalah, Aku tetap harus membuktikanya dengan kemampuanku sendiri. Kalau memang keputusanku ini salah, Aku akan mengakuinya bahkan mengatakanya sendiri saat Aku sudah dikalahkan olehmu!” Reksa mengeluarkan satu kloningan dari tubuhnya, Ia lalu bersiap menghadapi Galuh dengan memasang kuda-kuda dan memegang tongkat dengan kedua tanganya.
Galuh menyiapkan kuda-kuda juga, “Aku menghargai keputusanmu!”
Setelah kata terakhir itu, suasana berubah menjadi genting. Lalu dengan keputusan bersama, mereka berdua sepakat untuk melanjutkan pertarungan dan tidak saling berbincang lagi. Meski kata kesepakatan itu tidak diucapkan secara langsung. Dan kali ini, pertarungan kedua pendekar itu dilakukan dengan rasa saling respek satu sama lain. Mereka seakan sudah saling mengerti tentang prinsip masing-masing, akibat dari perbincangan singkat dan pertarungan mereka sebelumnya. Tidak seperti saat mereka pertama dipertemukan, dimana saat itu hati dan fikiran mereka masih diselimuti dengan prasangka dan amarah.
Yang sedang terjadi dan bisa dilihat disini adalah pertarungan adil antara dua pendekar, meski disana terlihat seperti dua lawan satu. Reksa menggunakan tongkat emas dwirupa miliknya, sementara Galuh menggunakan tangan kosong. Karena Ia masih belum bisa menggunakan pusaka Kujang Arundra miliknya dengan benar.
Reksa memulai inisiasi, Ia bersama kloningannya berlari ke arah yang berbeda untuk mengepung Galuh dari dua sisi. Galuh tidak melakukan apapun dan hanya menunggu mereka berdua datang padanya, Ia tetap tenang meski tidak tahu yang mana tubuh Reksa yang asli, karena sekarang di pundak semua kloningannya sama-sama terdapat cat putih.
Reksa melakukan serangan dengan waktu yang bersamaan, sambil keduanya melompat dan mengangkat tongkat dalam posisi siap memukul. Tapi dengan sedikit usaha dari Galuh, pukulan tongkat keduanya hanya bisa mengenai lantai. Galuh lalu memegang kedua tongkat itu dan menjepitnya dengan kedua ketiaknya sendiri dalam bentuk menyilang dari depan, Reksa dan Doplegengernya tidak bisa menarik tongkat itu karena sudah terkunci ditubuh Galuh. Galuh lalu mengeluarkan aura biru dari kedua tanganya untuk diarahkan pada tangan Reksa yang sedang menggenggam tongkat. Galuh bermaksud mengakhiri pertarungan ini dengan singkat.
Tapi sebelum Galuh melaksanakan niatnya, dua kloningan Reksa yang lain mencoba menyerangnya dari belakang. Galuh dengan insting bertarung yang sangat kuat menyadarinya, Ia tidak jadi menyerang tangan Reksa dan menggunakan aura biru yang ada ditanganya, untuk menahan serangan tongkat dari dua kloningan lain yang ada dibelakangnya. Ia berhasil menangkap hantaman kedua tongkat itu tanpa harus melihatnya secara langsung, karena Ia bisa menebak kalau kedua kloningan itu menyerang bagian pundaknya.
Karena hantaman tongkat itu sangat kuat, Galuh terpaksa menahanya dengan sekuat tenaga. Sebenarnya Ia hampir terjatuh dibuatnya. Tapi Galuh masih bisa bertahan, dengan topangan kedua lututnya dan masih bisa terduduk untuk mempertahankan jepitan kedua tongkat yang sedang dikepit ketiaknya.
Tapi karena tenaga Galuh sedang difokuskan untuk menahan serangan tongkat dari belakang, Reksa berhasil menarik kembali tongkat yang tadi dijepit ketiak Galuh. Tanpa fikir panjang Reksa langsung menyerang tubuh Galuh yang sedang terduduk, Galuh menarik tongkat yang sedang Dia pegang untuk menahan serangan Reksa dari arah depan. Keempat tongkat itu lalu beradu, sementara Galuh melarikan diri dari situasi itu dengan cara merangkak dibawah persilangan tongkat menggunakan kecepatan gerakanya.
Keempat tongkat itu lalu menghantam lantai, sementara Galuh sudah berada di tempat yang aman dan sedang berusaha berdiri. Ia lalu melihat kedua telapak tanganya yang memar karena menerima serangan keras dari tongkat Reksa. “Hampir! Kalau saja Aku tidak menggunakan ilmu nuragan (aura biru) tanganku pasti sudah hancur sekarang. Aku lupa kalau ketika Kita berbincang, Kau bisa menggandakan diri tanpa diketahui olehku.”