Selamat datang di SMA Tabula Rasa!
Beberapa kali, aku telah melewati sekolah ini, gerbanghitam dan tembok biru menjadi ciri khas SMA Tabula Rasa sejak dulu hingga sekarang. Sesekali, aku melihat sekeliling.Aku benar-benar takut jika Kak Sean muncul. Meskipun, sekolah ini luas dan banyak siswa-siswi, tetap saja akuharus waspada.
Hampir semua siswi sedang memegang ponsel. Para siswi berlarian menghampiri siswi-siswi lain, lalu mereka membentuk kelompok kecil dan mulai membicarakan sesuatu hal sembari berjalan. Kulihat penanda angkatan di lengan mereka dan rata-rata yang membentuk kelompok gosip tersebut kakak-kakak kelas.
Aku pikir, kehebohan itu muncul karena pembagian kelas. Kata ketua panitia Masa Pengenalan Sekolah kemarinkepada siswa-siswi angkatan baru, untuk tahu di mana kelaskami berada harus melihat website sekolah. Mungkin, parasenior juga harus melihat ke website sekolah langsung.
Semakin melangkah, pembicaraan mereka terdengar dan ternyata yang mereka bicarakan adalah sesuatu yang tak pernah aku dengarkan sebelumnya.
Semuanya tidak terlalu jelas. Game over? Geng rahasia? Target selanjutnya? Mereka menyebut semua itu berulang-ulang. Apa itu sistem terbaru SMA Tabula Rasa?
Daripada penasaran, aku berhenti saat melihat seseorang sedang bersandar pada pilar koridor. Dia kelas X,makanya aku mencoba untuk bertanya. Dia melihatkukarena aku berdiri di dekatnya tanpa mengatakan apa-apa selama hampir setengah menit.
“Oh, iya.” Aku tersenyum kikuk. “Cuma pengin nanya,sih. Lo tahu enggak apa yang ...,” kutunjuk siswi-siswi di sekelilingku, “mereka bahas?”
“Oh, katanya tentang target selanjutnya di Game Over.Gue juga enggak tahu. Ini baru mau cari tahu juga, sih,” katanya, lalu seseorang siswi berteriak menyebut namaseseorang dari dekat papan pengumuman. Siswi di dekatku langsung menghampiri siswi lain itu. Sepertinya, mereka berteman.
Aku mengambil ponselku. Sebenarnya, aku sangat penasaran. Kulangkahkan kembali kakiku menuju kelassambil mengamati sekeliling. Aku mencuri dengar. Sembilan puluh sembilan persen siswi-siswi itu membicarakan tentang Game Over, Geng Rahasia, juga target.
“Mereka pada ngebahas Geng Rahasia dan permainannya.” Seseorang baru saja bicara di dekatku. Aku pikir yangbicara barusan adalah seseorang yang aku lewati. Namun, aku salah menebak karena suara itu tetap di dekatku meskiaku terus berjalan. “Ada di website sekolah.”
Aku menoleh dan melihat ada seorang siswi yang berjalan tepat di sampingku. “Ngomong sama gue?” tanyaku.
Siswi itu tiba-tiba menoleh dan tersenyum. “Iya. Gue emang lagi ngomong sama lo, kok,” katanya.
Siswi di sampingku ini cantik dan punya lesung pipit.
“Pasti lo kepo, ya, soal Game Over? Sama!” serunya.
“Iya! Itu apa, sih?” tanyaku penasaran.
Dia berhenti dan mendekat. Disodorkannya ponsel di tangannya ke arahku. “Coba lihat, nih.”
Aku membaca tulisan dengan font berwarna merah dan background hitam tercantum di website sekolah.
Target Geng Rahasia selanjutnya ada di
kelas X.
Pilih bahagia atau menderita?
Kita lihat nanti :)
“Apaan?” Keningku mengernyit. “Ini salah satu ekskul?Target Geng Rahasia apaan? Kok, agak membingungkan, sih? Atau, acara gitu? Pentas? Eh?” Aku meracau.
Siswi itu menggeleng cepat. “Bukan. Bukan ekskul.Ini hasil retasan. Ada yang retas website sekolah dan orang yang retas website sengaja naroh pengumuman soal Game Over itu di home.”
“Retas website sekolah?”
“Eh, ada yang mau lewat! Ada cogan yang mau lewat! Kak Erlang! Erlang!” teriak siswi-siswi di sekitarku. Aku bengong, tak tahu harus melakukan apa karena siswi yang barusan mengajakku berbicara juga sepertinya masih inginmengatakan sesuatu.
Aku dan siswi itu masih berdiri di tengah koridor saat melihat seorang cowok tinggi berjalan di koridor ini. Siswi-siswi mulai berbisik-bisik.
Ah! Aku akui dia tidak kalah ganteng dari Kak Sean. Bedanya, cowok ini wajahnya kelihatan sedikit lebih ramah.
“Lo harus hati-hati sama dia,” kata siswi di sampingku.Aku belum tahu namanya.
“Hati-hati buat apa? Dia kenapa?” tanyaku bingung.
Aku terkejut saat menyadari cowok tadi berhenti di dekat kami, tetapi tatapannya tertuju ke siswi di sampingku.Aku mulai mendengar suara dari siswi lain yang bertanya-tanya, apakah siswi di sampingku pacar dari cowok itu.
Airlangga Pandu Widjaya.
Nama cowok itu tertulis di name tag kemeja sekolahnya.
Aku mundur karena tidak nyaman di sana. Bisa saja, benar bahwa siswi tadi pacar cowok itu dan kalimat lo harus hati-hati sama dia adalah peringatan agar aku tidak dekat-dekat dengan pacarnya.
“Hai, kenapa pergi? Kita belum kenalan.”
Aku berbalik lagi dan nyengir. Siswi itu berlari ke arahku dan mengulurkan tangannya. “Widya. Lo?”
“Panggil aja Vera.” Aku tersenyum dan menyambutuluran tangannya.
Widya berbalik dan menatap cowok bernama Airlanggaitu. “Kalau ceweknya enggak mau, jangan dipaksa!”
Oh, mereka benar pacaran? Sedang marahan? Tapi, kata-kata Widya sedikit ambigu. Aku menatap Airlangga, dan ... apa-apaan itu? Dia sedang menatapku? Aku mengalihkan perhatian. Widya berjalan ke Airlangga lagi dan mereka mengobrol dengan suara pelan. Tak lama kemudian,Widya mendatangiku.
“Ayo. Kita sekelas, lho. X IPA 6, kan?” Widya kembalike arahku dan kami mulai melangkah bersama. Aku sempatmelihat Airlangga sedang menatapku.
Aku mengangguk. “Tahu dari mana?”
“Gue semalam hafalin nama-nama murid di X IPA 6. Dan, salah satunya Vera. Lo Vera Harmonita, kan?” tanyanya, menunjuk name tag di kemejaku. Aku menyengir.
“Iya, bener! Omong-omong, Geng Rahasia itu apa? Lo tahu, enggak?”
“Lo belum tahu beneran?” Widya menatapku dengan ceria. Aku mengangguk. “Geng Rahasia itu isinya cowok-cowok SMA Tabula Rasa! Ganteng, tinggi, keren, pokoknya kriteria yang perfek banget! Tapi, sayangnya, nakal dan preman! Walau preman, mereka bukan sekadar premanyang jago berkelahi tanpa teknik. Mereka itu punya teknik bela diri tertentu. Macam-macam. Emmm ....”
Aku ternganga. Widya tahu semua itu dari mana?
“Terus! Terus! Game Over itu apa?” tanyaku penasaran.
“Nah! Game Over itu permainan mereka. ‘Taruhan’yang mereka sebut secara halus sebagai Game Over.Anggotanya rata-rata kelas XII dan XI dan semua anggotanya itu dari SMA Tabula Rasa! Kalau ada dari kelas X, mereka itu cowok-cowok terpilih. Biasanya, ada lima cowokyang bakalan ngerebut hati satu cewek yang sama. Siapa yang bisa dapat hati si cewek, dia yang menang. Tujuan mereka beda-beda. Ada yang serius pengin PDKT. Ada yangcuma main-main. Ada yang terpaksa karena suruhan ketuamereka. Ada yang sudah punya pacar, tapi tetep ikut.”
Kalimat terakhir itu terdengar jahat. Permainan macamapa itu? Ah, iya. Seperti kata Widya, Game Over diperhalus dari kata taruhan. Yang namanya taruhan sudah pasti tidak baik.
“Game Over dimulai kalau ada pemberitahuan. Sama kayak yang muncul di website sekolah ini. Kadang-kadang, enggak tahu gimana ceritanya tiba-tiba tersebar dari mulutke mulut. Kadang juga muncul di media sosial, dibuat storysama cewek-cewek STARA. Entah yang udah jadi siswiSTARA atau masih calon siswi. Instagram sekolah juga pernah di-post gitu sama admin soal pengumuman Game Overini. Admin sekolah kayaknya cewek. Tiap nge-posting ten-tang pengumuman Game Over, caption-nya girang sendiri.”
“Hah? Kok, gue enggak tahu soal itu? Bener-bener ketinggalan.” Aku menyesal. Dari mana saja aku selama ini?
Aku membuka website sekolah untuk membaca ulang pengumuman mengenai Game Over. Namun, setelah masukke website tersebut pengumuman dengan background hitam itu tiba-tiba hilang. Apa yang terlihat di sana sama persis saat aku membuka website ini tadi malam. Normal.
“Kok, enggak ada?” gumamku.
“Apanya?” Widya mendekat. “Udah hilang? Cepetbanget. Kayaknya udah diperbaiki. Waktu gue di rumah sebelum berangkat sekolah, gue sempet buka website sekolah masih baik-baik aja, tuh. Menurut gue, nih ....”
Widya berhenti bicara. Kupandangi dia sambil mengernyit. “Apa?” tanyaku.
“Dari yang gue amati, mereka itu punya trik! Mereka bisa sampai sejauh itu ngeretas website tanpa ngebuat pihaksekolah yang turun tangan langsung. Kalau enggak salah, soal website dan segala hal yang masih ada kaitannya denganjaringan itu diurus sama guru Komputer, kan? Kayaknya yang retas website sekolah palingan anggota Geng Rahasia yang ada hubungannya dengan ekskul atau OlimpiadeKomputer.”
Kupandangi Widya dengan bingung. Dari mana diatahu semua ini? Tadi, dia bilang mengamati? Bukannya diajuga masih siswi angkatan baru sama sepertiku?
Widya menjentikkan jarinya. “Udah dapat dipastikan! Enggak salah lagi anggota Geng Rahasia yang ngeretaswebsite itu pasti siswa kebanggaan guru Komputer danjadi kepercayaannya, makanya dia yang ngeretas, dia juga yang seolah-olah pengin ‘memperbaiki’ website sekolah.” Dia mengetuk dagunya dengan jarinya. “Hem .... Masih tebakan, tapi gue yakin tebakan gue pasti enggak meleset!”
Aku mengangguk-angguk dan setelah memikirkankata-katanya, ternyata dia ada benarnya juga.
“Keren, kan? Gue mau banget jadi target kalau ganteng-ganteng dan jago bela diri, apalagi jago di bidang lain kayak teknologi gitu!” Widya tertawa riang. Dia ingin jaditarget? Aku tak menyangka bahwa dia ternyata memiliki keinginan terpendam seperti itu. “Yah, tapi sayangnyaenggak banyak yang tahu siapa aja yang termasuk Geng Rahasia. Sudah gue bilang, kan? Mereka itu punya trik. Rumornya, saat Masa Pengenalan Sekolah, ada beberapa kakak pendamping yang ditebak termasuk dalam kelompokGeng Rahasia. Mereka lagi ‘mengawasi’ siapa yang bisadijadikan target selanjutnya. Terbukti, sih. Soalnya, di hari pertama sekolah sudah ada pengumuman. Targetnya ada di kelas X. Entah, di kelas berapa.”
Kalau Widya tahu anggota Geng Rahasia ganteng-ganteng, berarti Widya pernah lihat mereka?
“Lo pernah lihat mereka? Tahu dari mana merekaganteng-ganteng?” tanyaku. Ini yang ingin aku perjelas.
“Gue lihat beberapa dan rumornya, pernah ada target yang bongkar siapa aja lima anggota Geng Rahasia karena kesel dijadiin permainan.”
Ganteng, tinggi, jago bela diri. Aku suka yang seperti itu! Kecuali, nakal dan preman, aku tidak suka. Jangan salah, aku senang memikirkan ini bukan berarti aku tertarik untuk jadi target. Aku meringis. Cewek yang berwajah pas-pasan ini sadar diri, kok.
“Serius anggotanya ganteng-ganteng?” tanyaku riang.
“IYA!” teriak Widya.
Kami sama-sama teriak di koridor, lalu mencari kelas kami setelah melihat denah kelas di website sekolah.
Satu hal yang terpikirkan saat aku meninggalkan rumah tadi, “Aku harus punya teman yang baik!”
Aku sudah mendapatkan satu teman baik—sepertinya—yaitu Widya. Kami baru saja berkenalan dan dia sosok yang baik dan murah senyum.
Masa-masa SMP-ku terlalu menyedihkan untuk diingat-ingat. Aku menjadi anak baru saat kelas VIII di SMP itu.Ternyata, ada sebuah geng di kelas itu yang paling populer di SMP. Salah satu di antara mereka, yang merupakan ketuageng itu, menjadi primadona sekolah.
Namanya Barbara.
Hal pertama di bayanganku saat melihatnya adalah sosok Barbara Palvin. Harus aku akui, semua orang jugamengakui bahwa Barbara itu memang hampir mirip dengan Barbara Palvin. Tinggi, cantik, rambutnya juga sedikitkecokelatan. Bentuk wajahnya yang indah. Hidungnyamancung. Semuanya membuat iri.
Namun, satu hal yang tidak membuatku iri padanya, yaitu sifatnya.
Aku didekati oleh Barbara saat aku menjadi siswi baru.Aku ditarik masuk ke dalam gengnya—yang sebenarnya takpernah aku inginkan, meski banyak siswi yang berharap begitu—kemudian aku dijadikan ... babu.
Semua yang berharap masuk ke dalam geng itu pun jadi bersyukur. Sementara aku? Pernah menangis beberapakali dan berpikir untuk pindah sekolah lagi.
Aku selalu berjalan di belakang mereka sambil membawa snack dari kantin ke kelas. Saat mereka hanya ingin menongkrong di luar kelas aku disuruh membeli ini-itu di kantin yang jumlahnya banyak. Aku bahkan pernah bolak-balik dari kantin ke kelas, dan begitu seterusnya. Saat mereka shopping, aku selalu diajak. Aku punya banyak alasan untuk menolak, tetapi tak lama setelah aku mengatakanalasanku lewat telepon, Barbara dan yang lain tiba-tibamuncul di depan rumah. Mama yang terlihat bahagiakarena aku punya banyak teman, akhirnya menyuruhku untuk mengikuti mereka dibanding harus mengerjakantugas rumah.
Satu hal yang paling menyebalkan lainnya adalah hari ketika Barbara melihat Kak Sean di depan rumah Kak Sean.
Barbara yang saat itu menatapku dengan wajah menjengkelkannya, tiba-tiba berubah tersenyum manis. Diamendekati Kak Sean yang sepertinya akan pergi dengan motor kesayangannya yang masih bersih tanpa stiker.Barbara berbasa-basi dengan kalimat yang tak begitu jelas aku dengar, lalu dia mengulurkan tangan. Aku hampirterbahak saat melihat respons Kak Sean yang langsungmeninggalkan Barbara tanpa membalas tangan gadis itu.
Saat aku dulu bermimpi untuk masuk ke SMA ini, aku tidak berharap macam-macam. Bisa menjadi adik kelas KakSean saja sudah lebih dari cukup. Harapan itu muncul saat aku masih baru sebagai tetangga Kak Sean.
Sekarang? Aku tidak terlalu berpikir ke arah sana. Menjadi siswi di sekolah yang sama dengan Kak Sean bukan lagimenjadi hal yang paling penting, meski itu masih menjadi penyemangat juga, sih. Namun, aku masuk ke sekolah ini lebih karena SMA Tabula Rasa sekolah terbaik dari yang terbaik, kata Mama. Papa juga yang menyarankan aku satutahun yang lalu untuk mendaftar di SMA Tabula Rasa.
Sekolah terbaik dari yang terbaik versi Mama ternyata memiliki sesuatu yang mungkin bisa dibilang unik? Namun,apa cerita Widya tentang Geng Rahasia dan permainanGame Over memang benar?
“NENEK!” Aku berteriak dari kejauhan sambil melambai-lambaikan tangan ketika melihat tas seseorang yang aku kenali.
“Nenek?” Widya menatap ke depannya. Mungkin, dia sedang mencari sosok nenek-nenek yang sudah peot. “Neneklo di sini? Ngapain?”
Aku terkikik geli. Kutarik tangannya mendekat, lalu aku berlari kecil bersamanya menuju seorang siswi yangsedang cemberut sambil melipat tangan di dada.
Nenek yang aku maksud bukan seorang nenek yang kulitnya sudah keriput dimakan usia, tapi Ninik. Namanya memang Ninik. Dia seorang siswi baru sepertiku. Aku suka memanggilnya Nenek karena dia suka berceloteh seperti nenek-nenek. Lagi pula, namanya dan sebutan Nenek hanyaberbeda di huruf E dan I.
Aku cukup beruntung menjadi akrab dengan Ninik saatsatu gugus dengannya Masa Pengenalan Sekolah. Meskipun,dia banyak omong dan menyebalkan, dia menyenangkan.Hari kedua mengenalnya, aku merasa dunia SMA tidaksemembosankan seperti yang aku pikirkan di hari pertama masa-masa pengenalan sekolah.
Saat hari terakhir Masa Pengenalan Sekolah, dia memperlihatkanku sebuah akun baru di Instagram. Nama akunnya LambeTabula. Katanya, “Gue bakalan update segala gosipyang berhubungan dengan SMA Tabula Rasa. Jangan lupa follow. Gue harus cari akun cogan-cogan STARA, nih. Bla, bla, bla ....” Setelah itu, dia mencerocos sendiri.
“Kenalin, ini Widya. Widya ini Ninik. Namanya bukan Nenek.” Aku tertawa.
Ninik menoyor wajahku, kemudian tersenyum ke arah Widya.
Aku menatap Widya lagi. “Lo tahu Ninik, kan? Diasekelas sama kita!”
Mungkin, aku dan Ninik berjodoh dalam pertemanan karena kami kembali dipertemukan di kelas yang sama dansudah berjanji untuk duduk di meja yang bersisian.
“Ergh, iya ....” cengir Widya. Aku menatapnya bingung.“Yuk, masuk ke kelas.”
Widya menarikku. Aku menarik Ninik. Sepertinya, akukurang beruntung karena harus duduk di bangku keduaterakhir. Aku mau di bangku pertama, tetapi sepertinya Ninik santai dan malah senang saat memperlihatkan meja yang dia dapatkan untuk kami berdua.
“Nah, di sini, kan, enak. Bisa tidur kalau jam ngantuk.”Ninik menaruh kepalanya di meja.
Alasan kenapa aku mau di bangku pertama karenaaku pendek. Aku sudah mengatakan itu berkali-kali kepada Ninik. Apa Ninik tidak mengerti juga? Ini sebenarnya menjadi salahku juga yang tidak datang cepat.
Oh, iya, Widya duduk di bangku paling belakang. Tepatnya di belakangku dan Ninik. Dia berkenalan dengan teman barunya. Namanya Sisca, orangnya tinggi dan tubuhnya ideal. Rambutnya sebahu tanpa poni.
Aku ingat satu hal. Sisca bertugas membawa bendera saat upacara pembukaan Masa Pengenalan Sekolah. Tapi, kelihatannya Sisca ini cuek dan kelihatannya baik. Apa dia mau berteman denganku?
“Vera! Upacara!”
Aku tersadar. Segera, kuambil topi dan berlari keluar bersama yang lainnya.
**********
Di belakang, Ninik menarik-narik rambutku yang terurai.
“Gue punya berita menarik banget hari ini!” bisiknya.
Lapangan dipenuhi suara tepuk tangan semua murid SMA Tabula Rasa. Kepala Sekolah baru saja memberi sambutan selamat datang pada sesi pemberian amanat upacarapengibaran bendera. Aku bertepuk tangan sebentar, lalu memundurkan kepalaku untuk merespons ucapan Ninik.
“Berita menarik apaan?”
Aku bisa merasakan suara Ninik sangat dekat. “TentangGame Over dan Geng Rahasia!”