Gamer's Romantic

Aldrich Candra
Chapter #5

On the Game

“Tadi Mama enggak bisa hubungin kamu. Ponsel kamu kehabisan baterai?” tanya wanita yang menjemput Angkasa sepulang sekolah sebelum memasuki kendaraan berkapasitas empat orang miliknya.

Angkasa baru menjawab, “Enggak, rusak,” setelah menyusul duduk di samping kursi pengemudi yang ditempati mamanya itu. Digeletakkannya benda persegi panjang yang telah retak pada ruang kosong antara tuas persneling dan rem tangan di sebelah.

“Itu kenapa?” Nadia sempat menoleh terhadap ponsel Angkasa, lalu mulai menjalankan roda empatnya ke jalan aspal yang lebih lebar.

Kemacetan di kawasan sekolah memang selalu terlihat mengular karena bersamaan dengan selesainya jam kerja kantoran. Sementara Nadia terbiasa menikmati sore untuk beristirahat setelah seharian sibuk dengan pesanan kue, keberadaan Angkasa memberinya tambahan aktivitas.

“Jatuh.” Angkasa menjawab seraya memperhatikan jalan yang mereka lalui. “Mungkin udah waktunya ganti baru.”

Dia sebenarnya menghafal detail jalanan untuk mengenali deretan pertokoan yang mungkin diperlukannya kelak. Masalahnya, Angkasa baru menyadari jika mereka menjauhi jalur menuju rumah.

Ketukan jari-jari kirinya pada pengatur tinggi jendela berhenti bergerak. “Kita ke mana, Ma?” tanya Angkasa seraya melepaskan kacamata dari tulang hidungnya.

Pertanyaannya terjawab dengan belokan mobil memasuki gedung parkir di samping pusat perbelanjaan. Nadia sengaja menyeretnya membeli banyak barang sekaligus yang dianggap perlu Angkasa miliki.

“Enggak usah, Ma. Nanti aku bisa beli sendiri,” dalih Angkasa setiap wanita yang terpaut delapan belas tahun darinya itu memaksanya memilih.

Apa pun. Pakaian, perlengkapan sekolah, sampai mereka berhenti di depan deretan penawaran ponsel terbaru.

“Kamu sekarang di bawah tanggung jawab Mama, loh.” Nadia menegaskan sampai terlihat melotot. Dia tidak menerima penolakan. “Apa kata keluarga papamu nanti kalau Mama enggak bisa ngurus anak sendiri?”

“Angkasa sudah tujuh belas, Ma.” Setidaknya Angkasa merasa sudah punya tanggung jawab terhadap diri sendiri dan bebas menentukan masa depannya semenjak punya kartu tanda penduduk resmi.

“Terus?” Nadia menunjuk beberapa model yang dipajang pemasar sebelum bicara lagi pada anaknya. “Buat Mama, sampai kamu punya anak-cucu juga, kamu tetap bayi kecil Mama.”

Beberapa kali keinginan Angkasa mendebat mamanya terjeda oleh penjelasan pemasar yang terus mengagungkan spesifikasi ponsel.

“Masih bisa servis aja, Ma. Enggak usah beli baru.”

Bahkan penolakannya terakhir kali saja dihadiahi dengan pilihan Nadia tanpa kata tapi. Wanita itu menodongkan telapak tangan terbuka ke depan wajah Angkasa sampai sang putra berhenti bicara.

Dengkusan Angkasa terdengar sebagai tanda mengalah. Dia meringis mendapati tas belanja yang memenuhi pegangan di kedua tangannya.

“Angkasa, belinya harus sekalian.” Nadia jalan lebih dulu setelah memastikan pembayaran lunas. “Mama dengar jadi gamer zaman sekarang sudah masuk cabang olahraga. Apa namanya? Es—”

“Esports,” potong Angkasa. Cukup terkejut dan tidak menyangka jika ibu kandungnya paham mengenai tren terbaru.

Lihat selengkapnya