“Ini ….” Angela menunjuk ke arah tempat ponsel Angkasa dipegang sebelum pemuda itu menyimpan dalam saku celana abunya. “Ah, iya! Ponsel lo retak gara-gara Garin tadi, ya?”
“Lo … ke sini?” Merasa kurang nyaman setelah Angela melihat perubahan wajahnya di UKS tadi, Angkasa menjadi canggung bertemu lagi di luar sekolah.
“Itu, anak-anak pada ngajakin cari camilan sebelum ke tempat Riana.” Kedikan dagu menyudut dari gadis berpipi tembam itu tertuju pada pojok produk perawatan tubuh yang tampak di tempat dia berdiri.
“Boleh duluan?” tegur ibu muda pembawa bayi di belakang mereka.
Refleks Angela dan Angkasa terkekeh sesaat ketika memberi kesempatan bagi si ibu. Ternyata mereka sama-sama menunggu antrean.
“Ma?” Angkasa melambaikan tangan lebih dulu setelah melihat wanita yang menghampiri mereka mendorong troli besar penuh keperluan rumah dan bahan makanan.
Angela sempat mengernyit, mengamati sosok wanita yang tampaknya terlalu muda untuk dipanggil 'ma'. Ya, tidak jauh berbeda dengan mamanya sendiri yang menikah di usia muda.
Pasti perawatannya mahal. Angela membatin, mengingat pengeluaran bulanan dari wanita yang telah melahirkannya.
“Si cantik ini siapa, Angkasa?” Mamanya Angkasa memang tersenyum pada Angela, tetapi menunggu jawaban dari anaknya sendiri.
“Oh, teman sekelas, Ma.” Angkasa menunduk, mengusap—lebih tepatnya terlihat menggaruk tepi alis kirinya ketika menjawab.
“Sama nyokap, lo?” Berusaha meyakinkan diri, Angela masih tidak percaya apalagi mendengar gaya berbicara Angkasa dan mamanya yang seakrab teman sebaya.
“Tau, tuh. Dipaksa ikutan.” Kedua bahu Angkasa naik sebelum mendorong troli mengikuti arus antrean.
Jawaban Angkasa langsung dihadiahi tepukan keras mamanya di bahu. “Enggak tau terima kasih!”
“Ampun, mamaku sayang ….” Berlagak melindungi diri, Angkasa dengan mudah merangkul bahu sang ibu yang lebih pendek darinya.
Keluarga Angkasa terkesan hangat di mata Angela dan mungkin membuatnya iri menginginkan keakraban yang sama. Angela ingin memiliki lebih banyak waktu bersama orang tuanya.
Sementara menunggu mamanya Angkasa memeriksa barang belanja di kasir, Angela mengetuk lengan Angkasa agar pemuda itu berbalik melihatnya.
“Sorry, waktu itu gue ninggalin lo ngembaliin anjing. Gue baru ingat kalau lo tuh ….” Angela menunjuk sudut matanya sendiri, mengisyaratkan kacamata yang dikenakan Angkasa. “Beda kalau lo pake kacamata kayak di sekolah gitu.”
“Iya?” Angkasa menurunkan benda dari tulang hidungnya itu. Dia mengerjap beberapa kali sebelum menyimpan kacamata di saku seragamnya dan bicara lagi. “Gue yang harusnya makasih, lo udah nolongin gue dari kakak kelas tadi.”
“Angkasa, ayo!” panggil wanita di depan setelah menyelesaikan pembayaran belanjaannya.