“Damage-nya ngeri juga!” Angkasa takjub dengan kecepatan rekannya menghabisi jumlah musuh di ajang survive.
“Efek senapan baru dia,” timpal Zea dengan suara yang lebih mirip gumaman.
Angkasa pun merasa pertandingan jadi tidak terlalu menantang setelah Richard memamerkan kemampuan senjata barunya. Jenis sniper semi otomatis dengan kemampuan menghancurkan Richard bisa langsung menghabisi lawan yang memiliki health point rendah.
“Tau nih ya yang baru ketemuan,” sindir Jiba.
Mereka memang sempat membicarakan pertemuan tidak sengaja, tetapi Angkasa tidak terlalu peduli. Kalau bukan karena ajakan Zea yang perlu menghubungi mereka untuk menentukan waktu tanding bersama, Angkasa tidak perlu menyetel nada senyap di aplikasi pesan.
“Aku beli kotak acak. Untung-untungan dapet Baretta.” Richard terdengar menyombongkan merek senapan yang langka dalam permainan mereka.
Garis bawahi kata 'beli', bukan hadiah dari pertandingan biasa. Dipikir Angkasa, Richard mungkin bukan dari kalangan biasa. “Abis berapa duit?”
“Lumayan.” Artinya banyak weapon yang belum dikeluarkan Richard selain senapan barunya.
Entah apa lagi yang mereka bicarakan, Angkasa beralih meminum es kopi yang tinggal setengah dari gelas plastik di mejanya seraya melihat kantin di sekeliling. Belum juga sepi, padahal jeda waktu sebelum mata pelajaran berikutnya hampir habis.
Menyadari Bima di depannya hanya mengaduk sedotan pada gelas, Angkasa mencari arah pandang yang dituju temannya itu.
Ah, pantes. “Masih diliatin aja?”
Semenjak kenal, sering sekali Angkasa mendapati Bima terdiam melihat keberadaan Angela. Biasanya setelah kepergok, Bima akan menunduk atau mengalihkan pembicaraan.
Benar saja. Bima menunduk, mengaduk lagi isi gelasnya yang masih penuh dengan kopi encer karena es batunya sudah mencair. Mulutnya beberapa kali singgah di ujung sedotan, tetapi urung minum.
Dia bertanya pada Angkasa, “Lo enggak tertarik?”
“Suka lo sama dia?” Angkasa menertawakan Bima yang belum juga menghabiskan minumannya. “Ampe tuh isi gelas masih disedot aja.”
“Nanya malah dibales tanya juga. Kalau enggak mabar, ya enggak bakal bisa kenal Angela. Cewek banyak jenisnya.” Bima menggeser tampilan layar pada ponselnya di meja, terlihat deretan grup perpesanan yang belum dibaca. Dia melanjutkan, “Siapa yang enggak naksir cewek di usia kita?”
“Gue belum mau mikir ke lawan jenis,” putus Angkasa, “masih perlu lulus sekolah dulu biar enggak direndahin sama orang lain,” karena sebelumnya Angkasa selalu menerima anggapan buruk jika terlihat memegang ponsel.