“Woah! Aku hampir tertembak!” Seruan terdengar dari perangkat komunikasi yang melekat di telinga Angkasa. Dia bisa berkomunikasi dengan rekan satu tim sekaligus menjalankan program permainan dalam ponsel di tangan.
Seperti biasa, perang senjata petualangan seperti Killer Strike sangat menarik bagi Angkasa. Selain tantangan, dia juga bisa mendapatkan bayaran dari poin sekaligus menaikkan level karakter meski hanya melalui pertandingan kecil.
Dia hanya perlu mempelajari taktik lawan dan memastikan persenjataan yang dimiliki bisa digunakan maksimal.
Mata cokelat terang Angkasa di balik kacamata bergerak menjelajahi ruang dalam permainan sebatas layar. Tumpukan kotak dan kertas menggunung tampak di beberapa tempat. Belum termasuk papan berjalan yang berujung pada penghancur kertas.
Karakter yang dimainkannya memilih alternatif berlindung di antara kotak-kotak kayu yang bersusun di pinggiran tangga naik sambil bersiap menembak.
“Aran? Kamu aman?” tanya suara wanita di kejauhan.
“Siap tembak!” Karakter Aran mengambil posisi dengan ujung laras senapan menurun di pinggiran pembatas. Sorotan gambar yang tampil dalam layar ponsel berganti fokus pada sasaran di kejauhan.
“Di mana bomnya, Zea?” Richard berbicara.
“Pintu keluar ada enggak, ya?” Suara wanita yang terdengar manis di telinga Angkasa kembali menebak.
Pemuda mana yang tidak akan tersenyum setiap wanita itu berbicara? Semangatnya setiap ikut bermain selalu meledak-ledak akibat arahan Zea. “Rangka atap! Ada di rangka atap!”
Teropong senapan Aran berbalik arah menuju rangka di atas kepalanya. Tepat dia mendapatkan sosok lawan berpakaian serba hitam meletakkan susunan dinamit berlapiskan kabel pada batang rangka. “Ketemu!”
Senapan Aran dikokang cepat.
Dalam sekali tembak, lawan pertama jatuh dari ketinggian menimpa lantai dan rembesan darah menggenangi kepalanya. Aran siap mengarahkan teropong senapan lagi.
Namun, batang merah yang menunjukkan limitasi kehidupan Aran langsung bergerak mundur. Habis.
“Sial!” Ibu jari Angkasa menekan layar berkali-kali, tetapi tampilan layar sudah berubah pada tulisan game over berlatarkan pertarungan rekannya yang masih bertahan.
Dia baru sadar jika anggota tim lawan berada di belakangnya, memberi serangan jarak dekat yang langsung menghabisi health point-nya.
“Kamu lebih dulu tamat hari ini, Aran?” Tawa Zea terdengar memperolok.
Untungnya mereka bertanding dalam mode latihan. Kalau berperang di kompetisi, Zea pasti akan mengumpat kencang berkali-kali bahkan menyumpahi setiap pemain termasuk tim sendiri.
Pemilik karakter Aran beralasan, “Mungkin karena tempatku duduk kurang nyaman?” Angkasa memperbaiki posisi duduknya dengan berjongkok pada pinggiran bangku dan melirik para siswa yang melintas di depannya.