Gamer's Romantic

Aldrich Candra
Chapter #15

Anak Mami

“Hai, Ze!” Angkasa menimbang setiap ketikan yang akan ditujukannya ke nomor Zea. Ini pertama kalinya dia memulai berkirim pesan lebih dulu sampai terus ketik dan hapus.

“Apa terlalu frontal?” Ragu, Angkasa mengetik ulang baris perpesanan jalur pribadi itu, bukan melalui grup seperti biasa.

“Ze?” ketiknya, lalu lagi-lagi Angkasa menyesal.

“Sok akrab banget, sih?” pikir Angkasa ketika meletakkan ponselnya di meja belajar.

Sialnya, “Kepencet, asli!”

Genetik panik dari sang mama ketika melakukan kesalahan sepertinya menurun pada Angkasa. Ditutupnya layar ponsel berkali-kali hingga benar-benar gelap, bahkan hampir dilemparnya, lalu pesan dari gadis yang dituju Angkasa muncul.

“P.” Bukan hanya sekali, tetapi berkali-kali bak pesan spam.

“Apaan?” balas Angkasa di layar standby tanpa membuka aplikasi pesan.

“Kirain kamu enggak berani chat langsung.” Detik berikutnya, Zea sudah memberi balasan pesan.

“Aku ketemu Jiba.” Angkasa menarik napas panjang sebelum melanjutkan pesan. “Kalian sudah kenalan? Di dunia nyata maksud aku.”

“Belum.” Setiap jawaban Zea ternyata bisa membuat Angkasa penasaran. “Dia bilang tahu siapa aku dari foto di grup kemarin.”

Angkasa bahkan hampir melupakan tugas mengarang bebas pada buku tulis di mejanya karena terus memperhatikan pesan dari Zea. Tunggu, “Foto?”

“Kamu enggak lihat aku kirim foto ke grup waktu enggak sengaja ketemu sama Richard?”

Sama sekali tidak. Angkasa memilih melewatkan pesan yang biasanya hanya berisi sapaan dan menghapus segala sampah pesan sekaligus.

“Maaf.” Jari-jari Angkasa mengetuk permukaan meja, mencari alasan tanpa kebohongan. “Aku baru ganti ponsel sebenarnya.”

“Kamu sekolah di Santa Theresia, kan?” tebak Zea.

“Kenapa jadi nanya sekolah?”

“Richard bilang, kita bisa ketemu dalam satu pertandingan random selama masih berada di satu zona.” Zea menjelaskan.

Meletakkan punggung pada sandaran kursi belajarnya, Angkasa melewatkan kepala ke belakang seraya mengangkat ponselnya tinggi. “Teori dari mana, tuh?”

Menurutnya logis juga, apalagi bisa mendapatkan lawan yang sama. Pantas saja Jiba bisa berada dalam satu pertandingan dengannya di pertandingan tunggal.

“Richard yang bilang, bukan aku.” Pesan dari Zea terbayangkan bibir yang mengerucut lucu di benak Angkasa, tetapi siapakah sosok gadis ini?

Jika benar yang dikatakan Richard, siapa saja pemain perempuan di sekitar Angkasa?

Angela?

“Angkasa? Masih belum tidur?” Pertanyaan itu datang bersama ketukan pintu dari luar kamar.

Kaki Angkasa yang bertopang pada meja ketika menjingkat kursi membuatnya terjatuh ke belakang.

Lihat selengkapnya