Sudah bukan rahasia lagi bahwa cinta pertama itu indah. Merasakan getaran halus saat memandang lawan jenis untuk pertama kali sungguh momen yang manis dan sulit untuk dilupakan. Namun apa yang akan terjadi jika cinta pertama itu menjadi sangat penting bagi seorang gadis yang sudah bukan remaja lagi. Bagi yasmin cinta pertama adalah hidupnya. Masalalu, masa kini dan masa depannya.
Angin berhembus dengan lembut. Dedaunan menari dan saling melambai mesra satu sama lain, memperlihatkan indahnya kebersamaan yang penuh kedamaian dan menentramkan setiap asa yang memandang serta merasakan sejuk belaiannya. Rumput hijau nan luas bak permadani menyentuh lembut wajah putih bersih nan bercahaya dan sedikit kemerah-merahan milik Yasmin. Matanya yang indah dengan bulu mata panjang lentik ditemani alis mata hitam tebal dan rapi nan alami tertutup rapat, sampai ada seruan suara riang dari kejauhan.
“ Yaaass lihat aku membawakan sesuatu yang untuk mu.”
Suara riang itu terdengar semakin dekat diiring langkah kaki yang sedang berlari kearah Yasmin. Semakin dekat dan suara terengah-engah akhirnya berhenti tepat disamping gadis nan tengah membayangkan cinta pertamanya itu.
Perlahan-lahan mata indah itu terbuka. Keningnya yang mulus berkerut karna wajahnya menghadap kelangit, ketika Yasmin membuka matanya langsung disapa sinar matahari yang tepat berada di depan matanya. Perlahan Yasmin mengalihkan pandangan ke arah suara yang sekarang tepat disampingnya, bibir merah jambu nan indah itu menyunggingkan senyuman nan teramat manis.
Lisa sahabat baiknya yang selalu ada bahkan jika semua orang menjauhinya, saat ini tengah tersenyum dan mengulurkan tangan kanannnya. Sementara tangan kirinya memegang kotak kecil yang dibungkus rapi dengan kertas kado merah jambu. Yasmin meraih tangan lembut itu dan berusaha untuk bangun dari tidurnya.
“Tidak pernah berubah. Kamu masih saja tidur di sini.” Ujar Lisa sembari duduk disamping Yasmin.
“Aku merindukan tempat ini. Udara dan aromanya yang segar membuatku tak bisa menahan diri untuk tidak berbaring dan menikmati anugrah Allah yang sangat sulit kutemukan di Jakarta.” Yasmin tersenyum sembari membenahi hijabnya yang sedikit berantakan karena bebaring di padang rumput tidak jauh dari rumahnya.