Percakapan dua sahabat itu terus berlanjut. Tak terasa hari sudah semakin siang dan mereka pun bangkit dari tempat duduk mereka yang terasa sudah semakin panas karna terik matahari. Rasa rindu yang teramat dalam di hati dua sahabat yang sudah lama tak bertemu, terpisah oleh jarak. Karna meskipun mereka bersahabat, pilihan hidup yang mereka pilih tetaplah berbeda.
Yasmin memilih mengadu nasib di ibu kota sementara Lisa menjadi penerus profesi orangtuanya, menjadi seorang dokter dirumah sakit milik keluarganya di kota kelahirannya Padang.
Dua gadis elok itu berjalan menelusuri jalan setapak yang tertutup rapi dengan paving blok, dibatasi dengan bunga-bunga cantik warna warni. Senyuman dan canda tawa tak lepas dari bibir manis dua dara yang sudah lama dipisahkan oleh jarak dan waktu.
Langkah kaki mereka terhenti di depan pintu kayu yang di cat putih. Disebuah rumah yang tidak terlalu besar namun cukup indah dan rapi. Ada halaman yang cukup luas dibagian depan, terdapat taman bunga yang indah dan rapi. Ditambah sebuah ayunan besi di cat dengan warna putih yang terhubung ke taman samping dan berhadapan dengan ruang tamu. Ada beberapa pohon mangga, rambutan, dan jambu di pinggir halaman samping, ada tumbuhan apotik hidup yang tertata rapi, serta terdapat beberapa tumbuhan sayur-sayuran dan beberapa bumbu dapur jika kita bergeser ke arah belakang .
Tidak ada pagar dirumah itu. Hanya ada teras yang sangat bersih dan nyama. Disudut teras terdapat satu set tempat duduk dan meja berwarna putih dihiasi bantal bermotif bunga berwarna biru muda, merah jambu dan abu-abu.
Jari putih panjang nan lentik milik Yasmin menekan bel yang terdapat di samping kanan pintu kayu berwarna putih tersebut. Tidak lama seorang perempuan paruh baya mengenakan hijab merah marun namun masih terlihat cantik diusianya yang sudah menginjak 45 tahun membuka daun pintu dan menyungkingkan senyuman manis. Senyuman yang diwariskan kepada Yasmin.