“Jadi sekarang L’avant Group udah jadi milik Ria sepenuhnya? Semua asetnya?” Lucky yang mendengar pernyataan Gery terheran-heran dan hampir tidak mempercayai faktanya.
“Dia sangat cerdik dan licik. Dia memang seorang wanita, tapi aku kira kita tidak bisa meremehkannya,” saut Erik menerawang keluar jendela.
“Benar. Caranya menyusun rencana mendekati sempurna,” ungkap Gery.
“Apa maksud lo, Bang?” Erik mengernyitkan dahi, memikirkan penilaian gery mengenai wanita yang tak lain adalah bibinya.
“Gue yakin, kematian ayah lo ada dalam rencananya, Rik. Termasuk kematian Dani,” jawab Gery akhirnya, membuat Erik dan Lucky setengah tidak percaya.
“Ada orang kayak gitu, ya? Kirain cuma di film-film aja,” Lucky menyaut ngelantur.
“Anggap aja kita ada di dalam skenario film, dan kita tau akhirnya. Pasti happy ending. Gue yakin itu. Jangan pesimis dulu, gue bakal bantu kalian sampe akhir, tenang aja,” lerai Gery memecah ketegangan.
“Thanks banget, Bang. Kalo aja gue jadi Kak Dani, gue bakal bangga banget punya sobat kayak lo,” tutur Erik terbawa suasana.
“Gue bukan sahabat yang cukup baik buat Dani, tapi gue bakal jadi abang yang baik buat lo sama Lucky juga,” ucap Gery tersenyum.
“Untung gue bukan cewek. Kalo iya, pasti gue udah nangis, sampe banjir ini ruangan,” tutur Lucky semakin ngelantur.
“Emang cowok nggak boleh nangis?” tanya Gery.
“Ya, kan gimana ya … cool-nya menurun aja kalo nangis,”
“Justru kalo cowok nangis itu berarti dia pake hati. Nggak cuma pake otak. Jarang ada cowok gitu. Cowok nangis juga bukan berarti dia cengeng tau …,” saut Erik emosional.
“Kok kayaknya lo malah marah gitu sih nadanya. Jangan-jangan lo abis nangis, ya, Rik? Jujur, deh! Lo marah karena gue ngomong itu tadi, karena lo mau belain diri lo. Iya, kan? jujur aja,” Lucky yang menyadari perubahan emosi Erik terus mengodanya.
“Apaan si?! Udah lah, gue ke toko dulu, ya. Haus nih, pengen yang adem-adem,” Erik mencoba mengalihkan perhatian mereka, dan tentu saja, Lucky langsung terseret dan melupakan pembicaraan sebelumnya.
“Ah, iya. Gue juga panas, nih. Titip dong. Cola satu,”
“Oke, Bang?”
“Gue sama aja,”
“Oke, gue keluar dulu,”
“Oke,” saut Lucky mengantar kepergian Erik. Sedangkan Gery hanya tidak habis pikir dengan perilaku Lucky.
“Kayaknya lo polos banget, ya,” ucapnya.
“Hah?”
***
“Cola dua,” Erik mengambil dua botol cola di dalam kulkas, “gue beli … ah, kayaknya kopi dingin enak juga,” Erik menutup pintu kulkas kemudian beranjak menuju kasir yang tak jauh dari kulkas itu. “Ah, gimana kalo gue beli cemilan juga, kayaknya enak sambil nyusun strategi,” Erik berbalik dengan cepat sehingga tidak sengaja menabrak seseorang di belakangnya.
“Eh, maaf, maaf,” Erik turun untuk mengambil sekaleng soda yang jatuh karenanya, kemudian memberikan kembali pada seorang cowok yang ditabraknya, “maaf, gue nggak tau ada orang di belakang gue,” ucapnya tersenyum. “Apa perlu gue ganti?” lanjutnya.