Ganendra

SAKHA ZENN
Chapter #12

Jealeous

Qeya berhasil membawa Erik ke tempat yang memang sangat ramai. Tempat yang dipenuhi lampu berwarna-warni dan rumah-rumah tenda yang berjejer rapi di sepanjang jalan. Erik melihat bagaimana raut wajah mereka. Mereka yang datang menggandeng pasangan, teman, dan keluarga, sungguh menyenangkan bisa melihat senyum bahkan tawa mereka.

“Gimana? Bagus, kan?” tanya Qeya sesampainya mereka di tengah-tengah pasar malam yang dipadati orang dari kalangan muda hingga tua itu.

“Iya, bagus sekali. Sudah lama aku tidak pergi ke tempat yang ramai seperti ini. Dibanding melihat para pemuda berseragam dan bersenjata, aku lebih menyukai ini. Aku bisa melihat mereka yang di sekeliingku tersenyum lepas tanpa memikirkan adanya bahaya,” tuturnya. “Terimakasih, Qeya,” sambungnya tersenyum pada Qeya.

“Jangan bilang terimakasih dulu sebelum kamu ikut semua permainan dan membeli arumanis,” sanggah Qeya tersenyum lebar.

“Apa?”                                                                                         

“Ayo!” Qeya menarik tangan Erik dengan erat.

Satu per satu permainan mereka naiki. Dimulai dari kora-kora, perahu berukuran sedang yang akan membawa penumpangnya pusing karena diombang-ambing olehnya. Juga bianglala dengan pernak-pernik lampu dan sarang burung sebagai tempat duduk yang akan membawa penumpang naik dan turun. Tertulis di samping tempat pembelian tiket, bianglala itu memiliki ketinggian maksimal 25 meter.

“Kamu tau? Dulu aku bercita-cita ingin naik bianglala dengan orang yang spesial,” tutur Qeya. Erik yang mendengarnya terkejut dan mencoba memikirkan apa maksud perkataan Qeya sebenarnya.

“Itu cita-citamu?” tanya Erik gugup, sementara sarang burung membawa mereka semakin naik.

“Bukan, impian lebih tepatnya. Manis sekali bukan?” Qeya sedari tadi tidak bisa mengusir senyumnya yang lebar itu. “Apa impianmu?”

Kalimat Qeya ingin naik bianglala bersama orang yang spesial cukup membuat Erik terdiam.

“Hei!”

“Iya, apa? Ada apa?” Erik terkejut.

“Kamu melamun. Aku tanya, apa impianmu?” Qeya mengulangi pertanyaannya.

“Impianku—“

Belum sempat menyelesaikan ucapannya, tiba-tiba kuncir biang lala berhenti sehingga membuat sangkar bergetar dan dan bergoyang.

“Aaah! Erik!” Qeya benar-benar ketakutan. Dia memeluk Erik erat sembari menutup matanya.

“Tenang, Qeya. Tidak akan ada sesuatu yang buruk terjadi. Tenanglah,” ucap Erik mencoba menenangkan Qeya.

“Aku takut,”

Bagaimana tidak, Qeya takut karena selain kincirnya berhenti, posisi mereka juga sangat strategis. Mereka tepat berada di paling atas putaran.

“Tenanglah, aku ada di sini,” tutu Erik, sementara Qeya menangis.

“Apa aku akan mati di sini? Oh, ya ampun. Bahkan hari ini aku belum bertemu ayah. Bagaimana ini?” walaupun dalam keadaan panik, Qeya masih saja cerewet tapi masih membebaskan air matanya keluar.

Erik yang biasa saja hanya tersenyum melihat kelakuan satu cewek yang tengah menangis seperti anak kecil yang kehilangan es krimnya. Sembari menepuk-nepuk punggung Qeya, menenangkan, Erik sedikit mencuri-curi pandang, sebenarnya ada apa dengan kincirnya. Tapi kemudian dia sadar setelah membaca sebuah tulisan kecil yang tidak begitu besar. Tulisan itu tertempel di dinding sangkar, tepat di sandaran Qeya. Pantas jika dia tidak melihatnya.

Selamat, sangkar ini adalah bomb dare. Di mana yang masuk ke sini, akan berada di titik puncak kincir saat kincir sewaktu-waktu berhenti. Jangan panik. Ajak pasanganmu melihat bagaimana indahnya langit dan permukaan bumi. Bahkan saat kamu takut akan ketinggian, kamu akan bisa menaklukannya di sini. Sekarang juga!

Lihat selengkapnya