“Eh, Rik! Dari mana aja lo?” sesampainya di markas, Lucky langsung membentak Erik yang tengah memasang wajah datar.
“Pasar malem,” jawab Erik singkat. Gery dan Lucky yang mendengarnya cukup terkejut. Di saat seperti ini dia masih sempat bersenang-senang di pasar malam.
“Lo! Bener-bener!” Lucky yang selalu emosional tidak tahan dengan kelakuan Erik di luar sana. Berbeda dengan Gery, dia lebih dewasa dari dua orang di depannya itu. Melihat raut wajah Erik yang tidak merespon dengan baik, dia tahu sesuatu telah terjadi. Erik bukanlah orang yang bisa begitu saja menceritakan apa yang terjadi padanya. Gery bisa memahami itu.
“Udah, udah. Eh, Ky, beliin kopi anget dong,” Gery mencoba melerai mereka yang bertengkar secara sepihak.
“Hah? Lo nyuruh gue buat beliin kopi?”
“Iya. Cepet sana, gih!” Gery memberi isyarat agar Lucky bisa memahami Erik yang berubah 180 derajat. Dia sangat pendiam.
“Ya udah deh. Gue keluar dulu,” saut Lucky akhirnya.
Erik berjalan mendekat ke arah jendela. Menerawang jauh. Bintang-bintang dan bulan masih ada di posisinya. Erik pun tersenyum lega.
“Rik! Liat ini!” Gery yang kelihatan panik segera Erik hampiri.
“Ada apa, Bang?”
Mereka memerhatikan dengan cermat video CCTV yang ada di ruangan Ria. Di dalam video itu, mereka mengetahui Ria sudah menyadari keberadaan CCTV yang terpasang di pot tanaman hias di sudut ruangan. Ria mulai berjalan mendekat dengan wajah penuh penasaran. Dan benar saja, dia mengambil CCTV, dan kemudian video itu mati.
“Dia pasti udah ngancurin CCTV-nya,” tebak Gery.
“Tapi kayaknya dia belum nemu alat penyadapnya, kita masih bisa denger suaranya,” imbuh Erik.
“Iya, lo bener. Tapi gue nggak yakin itu bakal bertahan lama atau nggak,” Gery masih mengira-ngira.
“Bang, lo denger pembicaraan mereka sebelumnya?”
***
“Maaf, Nyonya. Kami tidak berhasil menemukannya. Dia tiba-tiba menghilang,” tutur Gino, salah satu dari dua orang yang ditugaskan membuntuti Erik sampai pasar malam.
“Bukankah kalian anggota RSG? Kenapa kalian tidak bisa diandalkan?” Ria mulai berbicara dengan nada tinggi. Dia sudah cukup geram karena belum juga berhasil menangkap Erik.
“Kami minta maaf, Nyonya. Ijinkan kami mencari kembali. Ijinkan kami untuk lebih tegas, Nyonya?” Heri, anggota RSG yang sudah bekerja hampir lima tahun itu tidak ingin tugasnya gagal begitu saja.
“Lebih tegas?”
“Kami melihat dia pergi bersama seorang perempuan, Nyonya,”
“Maksudmu …,”
“Bagitulah, Nyonya,”
Ria yang tengah berpikir, kedua matanya kemudian fokus pada benda kecil yang mengganggu pemandangannya. Dia melangkah pelan, dan menajamkan matanya.
“Hhhh…”
Prakk!