Erik berjalan menapaki jalan yang sudah tergenang air. Cahaya dari setiap lampu teras rumah yang di lewatinya cukup membuat penerangan untuk Erik sampai di tujuan. Tetes-tetes air hujan mulai merapat. Erik menajamkan mata menerobos jalan gang yang tidak begitu besar.
“Itu dia rumahnya,”
Erik akhirnya sampai di rumah pamannya yang selalu mengajaknya bermain sewaktu kecil. Saat ini dia tidak ada ide lain kecuali sembunyi di rumah pamannya itu. Sebuah desa yang cukup ramai. Memudahkan untuknya bersembunyi dan lari dari mereka yang mencoba mencari keberadaannya.
“Erik,” sapa Rena, bibinya yang terkejut melihat kedatangan Erik. “Kamu di sini? Ayo, ayo masuk,” dia merangkul Erik untuk mengajaknya masuk ke dalam rumah.
“Oh, paman belum pulang,” Erik duduk di sofa ruang tamu.
“Iya,” Rena meletakkan teh hangat untuk Erik. “Sebentar lagi dia pasti pulang,”
“Mmm, Bibi. Apa Erik boleh tinggal di sini sementara waktu?” tanya Erik gugup.
“Benarkah?” Rena tersenyum girang. “Tentu saja. Sebenarnya bibi juga kesepian di sini. Lihat, kan? Jam segini pamanmu belum juga pulang. Bibi akan sangat senang kalo kamu mau tinggal di sini. Tinggallah lebih lama,”
Rena memang belum dikaruniai putra semenjak pernikahannya sebelas tahun lalu. Tapi itu bukan menjadi masalah bagi mereka. Mereka masih mempertahankan rumah tangga mereka dengan baik karena mereka saling mencintai. Tentu bukan masalah selama mereka masih bisa bersama.
Klek!!
“Itu dia. Pamanmu sudah pulang,”
Erik beralih ke pintu, “Paman Piton,” sapanya. Pamannya yang memiliki nama asli Anton Permana itu cukup kaget melihat Erik yang saat ini juga tengah berdiri di depannya, menyambutnya dengan senyuman.
Erik melangkah ke arah pamannya yang masih memakai setelan jas dan tas kerjanya, “Erik seneng bisa ketemu sama paman,” ucapnya memeluknya.
“Hhh … kamu sudah besar,” sapanya mengelus rambut Erik yang sedikit basah karena hujan.
“Iya, Erik udah gede sekarang,” Erik tersenyum. Dia benar-benar menyayangi pamannya dan menganggapnya sebagai ayah kedua. Saat ayahnya masih ada dan sibuk dengan pekerjaan, pamannya lah yang selalu menjemputnya sepulang sekolah dan bermain bersamanya. Dia juga yang telah mengirimnya untuk berlatih taekwondo kursus bersama Guru Seo yang tinggal di desa terpencil, dan menjadikan Erik pemuda yang tangguh dan tentara yang tahan peluru.
***
“Bang, Erik ngilang!” Lucky masuk ke dalam markas dengan tergesa-gesa dan tidak bisa mengontrol emosinya. Gery yang baru saja menyalakan komputernya langsung terkejut melihat penampilan Lucky yang berantakan. “Gue udah nyari dia di kamarnya, kamar mandi, dapur, sampe halaman belakang udah gue cari. Tapi dia nggak ada!” Lucky benar-benar khawatir mengenai Erik yang menghilang.
“Apa dia pergi?” tebak Gery.
“Apa?”
“Ya, lo inget gimana dia kemaren? Dia masuk ke sini dengan wajah yang kayak gitu, terus ngucapin terimakasih dan maaf sama kita. Bener, kayaknya Erik sengaja pergi,” Gery terus memikirkan segala kemungkinan yang terjadi.