Gang Delima

Enya Rahman
Chapter #9

9. Pak Supri

Makanan yang dipesan suamiku melalui aplikasi barusan saja datang. Ketika aku mengambilnya dari abang ojek online aku melihat Pak Supri sedang merokok di depan rumah, asap rokok Pak Supri melambung tinggi membuat lingkaran di atas kepalanya. Ketika mata kami bertemu Pak Supri tersenyum menampakkan gigi-giginya yang renggang, mata dengan lipatan keriput lebih banyak tersebut meringsut hingga menyisakan bulan sabit.

"Monggo, Pak."

"Monggo Mbak."

Pak Supri adalah pensiunan BUMN, alih-alih mengambil pensiunan setiap bulan pak Supri meminta seluruh uang pensiunnya untuk dibelikan kos-kosan di jalan yang dekat dengan kampus lima belas menit dari rumahnya. Sebagian besar waktu Pak Supri dihabiskan untuk mondar-mandir ke tempat kosnya ataupun membersihkan halaman rumahnya.

Pak Supri, dengan wajah bersih tanpa jenggot dan pakaian kaos singlet, adalah warga yang paling rajin membersihkan halaman rumahnya. Ada seseorang yang menikmati memakan makanan pedas, ada yang menikmati menonton group boyband korea berdansa, pak Supri menikmati waktunya dengan membuat setiap sisi rumahnya mengkilap. Untuk ukuran rumah yang telah cukup renta, rumah Pak Supri masih kokoh berdiri, mengkilap dengan catnya yang setiap lima tahun sekali selalu di cat ulang.

Jika tak sempat menyapu halamannya di pagi hari aku biasanya mendengar suara sapu saling bergesek dengan paving gang di malam hari, tepat tengah malam. Suara tersebut lantang dan berurutan selama beberapa menit sebelum aku mendengar suara keran air dinyalakan. Hal lain yang paling disukai pak Supri adalah membasahi paving gang ketika musim kemarau.

"Pak Supri akhir-akhir ini ada beda deh, kamu perhatiin nggak?" Ucapku pada suami yang telah membuka bungkusan ayam geprek dan menaruhnya di atas stoples kerupuk yang setinggi lututnya.

"Kenapa emang?" Dia mencari remote tv kemudian menyalakan keras-keras berita hari ini.

"Jangan keras-keras suaranya." Suamiku memelankan volume televisi, tidak terlalu kentara dan tetap keras di telingaku. "Nggak biasanya dia balas menyapaku. Biasanya cuman senyum doang atau bahkan seringnya aku nggak dianggap."

"Bagus dong kalau sekarang kamu di sapa."

"Rasanya ada yang aneh."

Lihat selengkapnya