Gang Swadaya

Ayu febriana
Chapter #2

Hutang Keliling Pinggang

Ada banyak sekali cara tuhan untuk membuat para hambanya bersyukur pada musim kemarau tahun ini, tidak terkecuali Evi. Ia bersyukur bukan karena hawa panas dari sang mentari yang luar biasa menyengat hingga mampu mengeringkan cuciannya dalam waktu singkat, melainkan karena angin sepoi-sepoi yang setia menemaninya saat mencabut rumput di halaman. Satu persatu rumput liar itu dicabutnya, kemudian ditumpuk di atas karung beras bekas ukuran sepuluh kilo di sebelah kanannya.

Rambut hitam ikalnya yang kusut di ikat sembarang tepat di atas kepala, matanya cekung seolah menyimpan banyak derita yang terpaksa ia tanggung sendiri. Mulutnya terkatup rapat, tampak berkonsentrasi dengan kegiatannya sampai ia tak sadar jika ada seseorang yang menghampiri dibelakangnya.

“Evi, sedang apa kau?” Tanya nek Siti berbasa-basi. Di umurnya yang hampir memasuki kepala sembilan, ia masih kuat berdiri dan berjalan kesana kemari membawa tubuhnya yang bungkuk dengan bantuan tongkat bambu kuning.

“Oh unde, biasalah mencabut rumput. Mumpung tak ada kerjaan,” jawabnya santai.

“Iya lah, takonang ku evi, duit yang kau pinjam dulu sudah ada?” Nek Siti bertanya dengan pelan, takut kalau ucapannya tak sengaja menyinggung perasaan Evi. Sebenarnya nek Siti mengerti dengan situasi yang dialami oleh Evi, di mana ia harus berusaha menebus jaminan surat tanah rumahnya yang dulu ia gadaikan demi menuruti mimpi anak perempuan satu-satunya, yakni pesta pernikahan besar-besaran. Namun, nek Siti sendiri juga terpaksa harus menagih hak miliknya, sebab sudah dua minggu lebih uang senilai lima puluh ribu itu tak dikembalikannya. Padahal janji Evi waktu itu akan dibayar tiga hari kemudian, saat anak laki-lakinya mendapat upah dari memuat sagu. Sementara nek alang sudah lama tidak punya pemasukan lagi selain mengharap bantuan dari pemerintah yang tak tentu kapan turun.

Lihat selengkapnya