Pukul 10 malam, kuselesaikan kegiatan belajar dan PR untuk esok hari. Setelah memastikan semua buku dan peralatan tulis sudah berada dalam ransel, aku bergerak menuju kamar mandi. Aku berniat untuk mencuci muka, menggosok gigi sekaligus mengambil wudu untuk menunaikan salat Isya.
Setelah selesai salat, aku mengambil sapu lidi yang diletakkan pada pojok lemari pakaian. Sudah menjadi kebiasaanku untuk menebahi kasur terlebih dahulu sebelum tidur, supaya kasur bersih dari kotoran dan hewan yang tak terjangkau oleh penglihatan.
Aku berbaring di atas kasur setelah yakin kasurku sudah bersih dan aman untuk ditiduri. Kuletakkan kedua tangan di atas perut dan memejamkan kedua mata. Kuresapi detik-detik menuju ketidaksadaran. 1 menit... 2 menit... aku berganti posisi menjadi miring ke kanan sambil memeluk guling. Tak lama kemudian, posisiku kembali berubah menjadi miring ke kiri.
1 menit... 2 menit... 3 menit... 4 menit... 5 menit berlalu, aku masih belum bisa terlelap nyenyak. Kedua mataku kembali terbuka dan menatapi pintu kamar yang telah tertutup rapat.
Dalam hati bertanya-tanya, apa yang membuatku sulit sekali untuk tidur padahal kondisi mata sudah sangat mengantuk? Kutatapi jam dinding yang jarum pendeknya telah mengarah ke angka 11. Aku harus segera tidur agar besok tidak bangun kesiangan, dan tidak merasa mengantuk akibat tidur terlalu larut.
Aku kembali mengubah posisi menjadi miring ke kanan, dan berhadapan dengan dinding kamar yang dicat biru langit. Walau tubuhku tidak menempel, namun aku bisa merasakan hawa dingin dari dinding. 5...4...3...2...1... kuresapi situasi senyap yang mulai merayapi kesadaran. Perlahan, aku merasa rileks sambil masih bisa merasakan suara halus angin yang berhasil menyelusup masuk melalui celah jendela kamar. Begitu sepi dan menenangkan.
Sayangnya, ternyata ketenangan itu tak berlangsung lama. Kini, berganti dengan rasa cemas yang tiba-tiba muncul tanpa aku ketahui penyebabnya. Detak jantung terasa berdenyut lebih cepat, dan tak lama aku merasakan sesak. Sangat sesak! Sekeras apapun aku berusaha menghirup udara, seolah tak ada oksigen yang berhasil masuk ke dalam paru-paruku. Aku juga tak bisa membuka mata dan menggerakan tubuh, seolah tubuhku enggan menuruti perintahku.
Aku mengerti situasi ini... aku mengerti semua gejala yang kualami saat ini... penyakitku sejak lama kembali terjadi. Penyakit yang tiba-tiba muncul tatkala rumahku selesai direnovasi menjadi dua lantai. Sleep Paralyses! atau sering disebut juga dalam istilah lokal yaitu ketindihan atau rep-repan.
Aku harus segera bangun. Dadaku semakin terasa sesak dan sakit karena kekurangan asupan oksigen. Aku berusaha membuka kedua mata yang terasa sangat berat, seolah terolesi lem yang begitu merekat. Mataku terbuka namun beberapa detik kemudian kembali terpejam. Anggota tubuhku masih belum memberi respons atas perintahku. Sekali lagi, kubuka kedua mata dan memaksanya tetap membuka. Berhasil, namun aku tak boleh lengah jika tidak ingin kembali terpejam.
Aku hanya bisa memandangi permukaan dinding kamar yang jaraknya begitu dekat. Berusaha bertahan dan terus menghirup udara sebanyak mungkin untuk mengurasi rasa sesak. Cukup lama aku hanya bisa memandangi dinding, hingga tiba-tiba aku merasakan sentuhan di kedua kaki yang saling tindih karena posisi tidurku yang miring.
Posisi yang masih kaku, membuatku hanya bisa melirik untuk mencari tahu apa yang sejak tadi menyentuh kakiku. Aku tercekat tanpa suara, karena melihat banyak jari-jari manusia pucat yang keluar dari dinding dan tengah berusaha menggapai tubuhku agar semakin dekat dengan dinding. Sontak, aku membaca doa apapun yang aku tahu dari dalam hati. Dari ayat kursi, surat al-Falaq, An-Nas, al-Ikhlas hingga 10 ayat surat al-Kahfi. Aku memohon pertolongan Allah, agar diselamatkan dari segala bentuk gangguan yang tak bisa kutangani.
"Astaghfirullahal’adzim...Astaghfirullahal’adzim... Astaghfirullahal’adzim... Ya Allah, tolong selamatkan hamba. Lahaula Wala Quwata Illa Billahil Aliyil Adzim. Laa ilaaha illaa anta, subhaanaka, innii kuntu minadz dzaalimiin," ucapku dalam hati.
Alhamdulillah, doaku terkabulkan dengan jari telunjukku yang mulai bisa digerakkan. Menyusul kedua kaki yang bisa digoyangkan hingga akhirnya aku mampu berguling ke arah berlawanan.
Kedua mataku sudah terbuka lebar. Jantungku berdegup dengan sangat cepat, bahkan tubuhku juga gemetar hebat seolah tersengat. Kuhirup udara sebanyak-banyaknya untuk menyembuhkan sesak yang mendera.