Gantari

Diana Febi
Chapter #4

Chapter 4 : GESEKAN BIOLA

Nike usang yang ujungnya basah karena terciprat genangan air hujan semalam itu menjajaki jalanan menuju sebuah pertokoan. Meski tahu paginya akan rusak karena akan menjumpai pemuda keji bernama Garu, setidaknya pagi ini mungkin bisa menyelamatkannya beberapa hari ke depan. Khirani menyadari tak sanggup membayar lima juta dalam seminggu, akhirnya ia memutuskan untuk mengambil semua uang di ATM dan menyerahkan kepada Garu sebagai jaminan ia akan membayar penuh dua minggu lagi.

Ruko yang menjual berbagai macam sembako itu tampak menyeramkan bagi Khirani dari sekian ruko yang terjejer. Setahun yang lalu dengan wajah pucat, basah kuyup dan juga rasa keputusasaan, Khirani berdiri di depan ruko itu. Ingatannya lekat kala pertama kali membuka pintu adalah Garu, wajah orientalnya dengan mata tajam itu menatap Khirani dengan embusan napas panjang. Bibirnya yang bergetar perlahan membentuk senyuman satu sisi yang teramat Khirani benci, seperti senyuman serigala yang membidik mangsanya.

Ingatan itu masih kental, persis seperti saat ini. Garu berdiri di depan pintu dengan senyuman serigalanya. Khirani sudah berada di titik muak dan tak peduli lagi Garu ingin berbuat apa lagi dengannya. Satu hal yang Khirani inginkan saat ini, yakni terlepas dari serigala bernama Gaharu Svarga.

“Hai, Sheep…” Selain senyuman Garu yang Khirani benci, panggilan pemuda itu kepadanya juga teramat Khirani benci. Panggilan itu menempati piramida tertinggi dari rasa benci Khirani kepada Garu.

Khirani mengeluarkan amplop dari tas biolaya. Ia tak mau berlama-lama berdiri di depan ruko ini, tepatnya di depan pemuda keji itu.

“Aku bayar dua juta setengah dulu, sisanya—,” kalimat Khirani terhenti kala tangan Garu mencengkeram kerah jaketnya.

Rahang Garu mengeras, memperlihatkan ular lehernya seperti akar pohon beringin yang menjalar. Dengan menatap tajam mata Khirani, Garu berkata, “Lo berani kurang aja sama gue? Lo mau mati?”

“Dua minggu lagi aku gajian di kantor, meski nggak cukup, aku usahakan cari sisanya.”

Bola mata Garu menelisik dalam mata Khirani yang sama sekali tak tersirat rasa takut lagi kepadanya. Tatapan mata Khirani tampak jauh lebih tenang dari beberapa bulan terakhir ini dan Garu benci kenyataan itu.

“Nggak!” Garu mengempaskan kerah baju Khirani dengan kasar, membuat tubuh gadis itu terjatuh ke permukaan paving. Dengan sigap Khirani memeluk tas biolanya, sebisa mungkin ia melindungi biolanya agar tak terhantam ke tatanan bata beton tersebut dan merelakan lututnya jatuh bebas ke permukaan paving.

“Gue nggak mau tahu, Bajingan. Lo harus dapetin lima juta pas besok. Gue tunggu di sini. Kalo lo nggak dateng, gue obrak-abrik kosan lo. Paham?” kata Garu sembari jari jemarinya mencengkeram kuat dagu dan pipi Khirani.

Sorot mata Khirani yang tak gentar, membuat darah Garu mendidih. Tak segan-segan pemuda itu melayangkan tamparan ke arah pipi kanan Khirani hingga timbul darah segar mengalir dari sudut bibirnya, bekas tamparan Garu kentara sekali di pipi Khirani yang putih. Tampak kemerah-merahan.

“Berengsek lo ya, gue udah baik tapi lo seenaknya sendiri. Inget, Bajingan, kalo nggak ada gue, adik lo udah dikubur dari dulu! Udah mati! Pergi sana!” Garu kembali membumbui tendangan tak keras ke kaki Khirani untuk mengusirnya pergi. 

Tak butuh usaha yang lebih keras, Khirani melangkah pergi dari hadapan Garu. Khirani sudah hapal tabiat pemuda itu, ia sukar untuk diluluhkan hatinya meski sebenarnya Khirani tidak yakin apakah Garu memiliki hati atau tidak.

Gaharu Svarga memiliki kesempurnaan fisik. Wajahnya yang oriental berasal dari ayahnya yang berdarah Korea, tubuhnya yang tinggi adalah cetak biru dari ayahnya seorang mantan atlet renang. Beralis tebal, bermata elang, berhidung mancung, serta kulitnya yang khas keturunan korea menjadi dasarnya menjadi pemuda yang digemari banyak perempuan. Tampilannya yang badboy, celana jins robek, kaos oblong, kadang pula berjaket jins tengkorak dan bertindik hitam bulat di telinga kanannya itu menambah kesan cool darinya, lengkap dengan motor trail CRF keluaran terbaru berwarna hitam. Ia idola banyak perempuan pemuja fisik. Namun sayang, kesempurnaan fisik yang ia miliki terbanting dengan karakternya yang kasar dan suka main tangan. Garu adalah definisi spesies pemuda berakhlak minus.  Setampan apa pun itu, jika suka bermain tangan, ia tidak pantas menjadi idola. Ia sudah kehilangan kehormatannya sebagai laki-laki.

“Oke.” Kata itu menghentikan sejenak langkah Khirani, gadis itu tak buru menoleh sebelum sumber suara melanjutkan kalimatnya. “Gue kasih waktu seminggu lagi. Lebih dari itu, lo mati!”

Ooh… ternyata iblis itu masih punya hati, batin Khirani.

***

 “Lapar sampeyan, Mas?” tanya Sugik sejak mengamati piring Bhanu tandas tanpa tersisa dan kini pemuda 27 tahun itu menandaskan tiga pisang goreng yang disediakan di meja kantor.

“Memangnya cuma kerja yang ngandelin fisik yang menguras tenaga, kerja yang ngandelin otak juga nggak kalah capeknya, Mas,” balas Bhanu sejurus kemudian menyeruput kopinya, “tapi seru.”

“Dapet cuan lagi,” timpal Sugik sambil menyengir.

Lihat selengkapnya