Aula sekolah Musica Art School penuh dengan siswa, seragam khasnya berwarna putih dan biru muda kotak-kotak seperti lautan menyambut acara yang paling ditunggu setiap dua tahun sekali, yakni kompetisi perebutan perekutan siswa dari berbagai Universitas jurusan seni dan musik terbaik di seluruh penjuru dunia. Semua siswa secara bergantian menunjukan bakat di atas panggung di depan juri-juri yang semuanya dari perwakilan Universitas kesenian bergengsi dunia. Mereka yang lolos dengan nilai tinggi akan menjadi calon mahasiswa yang mendapatkan full beasiswa tanpa seleksi bidang akademik. Yang artinya mereka masuk jalur bakat.
Hari itu sepuluh kandidat dari kelas dua jurusan musik classic berdiri tegang dengan muka cemas. Mereka sudah berlatih keras setahun terakhir ini sampai akhirnya berhasil mendapatkan kursi untuk berkompetisi merebutkan kursi perekrutan langsung dari Universitas musik bergengsi di dunia. Impian semua orang yang mencintai musik. Tak terkecuali, gadis dengan dress biru muda yang sedang merapal nada di benaknya. Rambutnya yang panjang digerai lurus menutupi seluruh punggung, pita bunga mawar berwarna senada menarik poninya ke samping, sehingga terlihat jelas kecantikannya yang alami dengan sedikit polesan bedak dan pewarna bibir. Kaki kanannya bergetar tanpa sadar, menunjukan kecemasan.
Satu persatu kandidat dipanggil untuk naik ke panggung, menunjukan bakatnya dengan performa sebaik mungkin. Gadis itu semakin tegang, aura negatif perlahan merembet ke hatinya. Acara ini adalah satu-satunya kesempatan dan jalannya untuk meraih mimpi. Tidak mudah untuk sampai di titik ini, ia harus merelakan waktu mainnya untuk berlatih, sampai buku-buku jarinya tampak menebal dan beberapa plester luka tertempel di sana.
Dadanya seakan sesak, memikirkan kemungkinan-kemungkinan buruk yang akan terjadi selama pertunjukan. Ia takut melewatkan nada, ia takut senar biolanya putus, ia takut kegugupan menghancurkan melodinya. Ia takut gagal. Music and Perfoming of Vienna adalah mimpi besarnya, mimpi yang akan mengantarkan langkahnya untuk menjadi musisi biola terkenal.
“Ingat, namamu adalah Khirani Gantari, mentari yang selalu mengelilingi kebahagiaan. Jangan takut, kamu yang paling bersinar.” Kalimat itu menelusup di tengah kegugupannya yang secara ajaib melelehkan tebing es beku kecemasan. Senyuman perlahan terbit, hatinya mulai menghangat, rasa kepercayaan dirinya mulai kembali menggeser segala rasa kecemasan dan ketakutan. Tubuhnya yang tegang berangsur lebih rileks. Ada keyakinan bahwa hari ini akan menjadi hari besar untuknya.
“Khirani Gantari, Kelas Classic-3”
“Ya!” Khirani berdiri dengan percaya diri, disambutnya panggilan itu dengan senyuman yang tenang, tangan kirinya meraih biola cantik berwarna kecokelatan itu. Lalu berjalan menuju belakang panggung, menunggu detik-detik gilirannya tampil.
Benaknya selalu mengafirmasi positif bahwa ia bisa melakukannya dengan baik, ia bisa lolos dan berhasil masuk daftar siswa perekrutan. Tidak ada gangguan, tidak ada kecelakaan nada saat dirinya tampil. Hasil tak akan pernah menghianati usaha-usahanya selama ini.
Kakinya melangkah dengan tenang menuju panggung saat panitia mempersilakan untuk maju ke panggung. Meski dadanya berdebar, tubuhnya cukup tenang, mentalnya cukup kuat untuk menghadapi detik-detik kritis sebelum masuk ke dalam pertunjukan. Riuh sorak-sorai penonton, para orang tua yang duduk di depan pangung semakin menaikan volume kepercayaan dirinya. Sehebat apa pun seorang musisi, jika tak mampu menghadapi detik kritis tersebut, ia tak bisa dilihat secara professional.
Lautan manusia di depannya seperti bunga-bunga bermekaran di pandang rumput hijau yang luas. Riuh sorak sorai mereka seperti ombak dan angin yang bercengkerama menyelimuti tubuh mungilnya dalam balutan dress panjang selutut. Ada tiga bunga yang spesial di sana, duduk dengan menatap bangga pada dirinya. Bunga itu adalah ayah, ibu dan adiknya, Diandra.
“Khirani Gantari, Classic Violin.” Khirani memperkenalkan diri sebelum memulai penampilannya.
Satu pendamping berjas hitam sudah bersiap menakan tuts piano. Khirani menggangukan kepala ke arahnya sebagai tanda bahwa ia sudah siap untuk memulai pertunjukan.
Melodi piano terdengar mengalun diikuti dengan Khirani mengangkat biola ke bahu kiri, menghitung setiap ketukan agar gesekan biolanya sejalan dengan ritmis nada piano. Mata beningnya memejam menunggu pintu nada untuk memasukan melodi biolanya. Setelah pintu nada itu ketemu, Khirani langsung mengangkat bow menggesekkan lembut bow itu ke senar. Melodi piano dan biolanya bertemu, berjalan bersama membentuk pitch yang sempurna.
Introduction et Rondo capriccioso mengalun memenuhi aula besar itu, semua orang membeku di tempat masing-masing menyaksikan penampilan gadis delapan belas tahun dengan gaun biru yang tampak bersinar di atas panggung. Khirani mampu menciptakan danau melodi yang menyeret semua perhatian penonton untuk sama-sama tenggelam bersama dirinya. Perkawinan piano dan biolanya seperti sihir yang membuat semua orang tercengang kagum dan menggetarkan dada masing-masing saat kedua nada dua alat musik tersebut bertemu di dinamika crescendo.
Gesekan panjang dan denting-denting piano yang berjalan lambat menjadi pertanda Khirani muncul ke permukaan danau melodinya. Saat matanya terbuka perlahan, bunga-bunga di depannya itu membeku masih hanyut dalam suasana, mereka tampak membisu dengan kelopak-kelopak melebar. Dengan napas terengah-engah dan bulir keringat yang mencuat di sudut kening, Khirani menyapu pandangan itu.
Satu orang berdiri dari bangku juri, ia memberi satu tepukan, dua tepukan, kemudian tepukan itu semakin kencang dan cepat. Beberapa detik kemudian diikuti ratusan tepukan dari arah penonton. Suara ombak menggembur itu akhirnya terdengar di telinga Khirani, ia tersenyum menahan tangis sambil bernapas melega. Tiga bunga yang istimewa berdiri dari kursinya, bertepuk tangan dengan sesekali mengusap air yang membahasi pipi mereka, air muka bangga sangat jelas tercetak di sana.
Aku berhasil, ucap Khirani dalam hati.
Setelah menunggu beberapa jam, akhirnya sampai di momen-momen paling meneggangkan yakni pengumuman peserta lolos yang mendapat beasiswa jalur perekrutan ke Universitas musik bergengsi di dunia. Sorak sorai kini menjadi paling mendebarkan jantung Khirani. Apalagi sahabatnya yang juga di jurusan Classic dinyatakan lolos dan mengisi satu dari dua kursi Music and Performing Univercity of Vienna. Khirani berdiri dengan satu dua napas tak tenang di barisan siswa jurusan klasik yang menunggu nama siapa yang akan lolos selanjutnya.
Di arah penonton, ayah, ibu dan adiknya juga tegang. Mereka berdoa dengan harapan tinggi nama yang akan disebut selanjutnya adalah Khirani. Tangan hangat sahabatnya itu menenangkan hati Khirani yang gundah, mereka saling bertatapan dengan senyuman tenang. Semoga mimpi mereka untuk kuliah di kampus yang sama bisa terwujud hari ini.