"Yakin kamu pesan BO sama eke? Nggak salah alamat kan?" Seorang lelaki kemayu menaikan alisnya naik turun ketika melihat penampilanku yang memakai pakaian tertutup. Tentunya dengan hijab yang terpasang rapi. Dia pikir, harusnya aku tidak berada di hotel apalagi menawarkan diri untuk menjadi seorang pel*cur. Ini sangat amat jarang terjadi dan tentunya sama saja melecehkan syariat.
Aku akui. Tapi mau bagaimana lagi? Aku tertekan oleh keadaan. Terlebih saat Bapak meninggal menyisakan hutang yang lumayan besar. 20 juta tidak kira-kira. Dalam kurun 2 hari, aku harus membayarnya pada juragan Salim. Sementara untuk meminjam pada bank, aku harus punya jaminan kedepannya. Boro-boro jaminan atau sertifikat. Tepat tinggalpun aku dan Bapak menumpang pada tetangga.
Lalu sekarang pilihanku hanya satu. Menanggalkan harga diriku pada sesuatu yang mungkin akan kusesali suatu waktu.
"Hei! Jangan melamun beginong! Gimane seh! Kalau situ mau ikut gabung. Harusnya situ bisa menempatkan diri dengan pakaian yang semestinya. Situ tahu kan harusnya gimana? Haduh-haduh. Yaudah deh langsung aje ke dalam sana! Pokoknya eke gak mau tahu, situ atur-atur dah gimana caranya biar pembeli kesemsem dan eke dapet cuan! Hus!"