GARA-GARA OPEN BO
2
Ahmad Alkaff putra bungsu ustaz Hanif dan Bu Hajjah Maryah, tentu namanya sudah tak asing di sekitaran kota Bandung. Selain berparas manis dan menawan, ustaz lulusan pesantren ternama di salah satu kota Jawa itu pun salah satu pengusaha pakaian yang cabang di mana-mana. Sikapnya yang santun, kalem dan ramah menjadi bahan pergibahan emak-emak sepulang dari kajian. Bahkan sesekali Bapak suka memuji kesolehan pria berlesung pipi itu. Namun saat melihat kenyataan yang ada di depanku? Rasanya semua pujian yang ditenggerkan padanya alamat akan lebur dalam sekejap.
Akhirnya pun aku tahu, sesempurna manusia tak luput dari kekurangan dan kesalahan. Seperti halnya pria yang membisu di depanku ini, bukannya mencari saja akhwat Solehah di luar sana dengan jalan yang halal dan diridhai Allah, bisa-bisanya dia melipir hanya untuk mencicipi nafsu sesaat.
"Harusnya aku yang tanya, kamu ngapain di sini?" Kini dia bersuara. Menatapku masih dengan penilaian yang menjijikkan.
Owh rupanya dia menyindirku. Baiklah. Aku memang bukan perempuan baik. Tapi setidaknya aku tidak munafik.
"Menurut ustaz? Nggak usah munafik atau pura-pura suci deh. Di sini kita sama-sama satu tujuan untuk sebuah kenikmatan bukan?" Aku berkacak pinggang. Hilang sudah rasa maluku melihat dia yang membuang muka. Sok suci! Ish! Aku memutar bola mata.
"Aku tidak menyangka seseorang yang kupikir alim dan dielu-elukan orang-orang bisa-bisanya pergi ke tempat ini. Wow!" Aku bertepuk tangan. Puas rasanya saat melihat wajahnya memerah. Pun kedua matanya yang menatap tajam padaku.
"Kenapa? Takut. Takut kalau kartu ustaz terbongkar? Hmmm. Kira-kira kalau semua orang tahu gimana ya?" ucapku sembari menepuk jari pada daguku sambil tersenyum. Pasti geger. Hahaha.